Hindari Barter Pasal PP Minerba, KPK Diminta Awasi SBY
jpnn.com - JAKARTA - Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1/2014 yang mengatur pengelolaan mineral dan batu bara (Minerba) sudah ditanda tangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di kediamannya, Puri Cikeas, Sabtu, 11 Januari 2014 pukul 23.00 WIB.
Penandatangan itu menandai larangan ekspor mineral mentah sudah dilarang, Minggu (12/11) sejak pukul 00.00 WIB. Adapun enam biji mineral yang dilarang diekspor adalah emas, bauksit, tembaga, nikel, bijih besi dan batu bara.
Namun hingga saat ini, publik belum mendapatkan informasi isi secara menyeluruh PP tersebut. Makanya, muncul spekulasi dan kecurigaan terhadap adanya dugaan barter pasal per pasal dengan perusahaan tambang.
"Kuat dugaan, PP dimaksud, belum selesai, belum diteken SBY. Yang disepakati hanya garis-garis besarnya. Apalagi, PP tersebut, masih butuh 3 Permen yang masing-masing dari Kementerian ESDM, Perdagangan, dan Kemenkeu," kata Direktur Eksekutif Indonesia Mining and Energy Studies (IMES), Erwin Usman dalam keterangan persnya kepada JPNN.com, Senin (13/1).
Erwin menjelaskan dengan tidak transparannya pemerintah, sangat terbuka peluang terjadinya kompromi minerba yang boleh ekspor, dan perusahaan yang boleh dan tidak mengekspor. Apalagi kata dia, lobi perusahaan asing multinasional seperti Freeport, Newmont, Vale-INCO, NHM masih terus terjadi untuk mendapatkan kebijakan tetap ekspor (relaksasi/diskresi), tanpa wajib membangun pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) dalam negeri secara 100 persen.
"Polemik UU Minerba ini, sekali lagi, bukan soal bangun smelter atau tidak. Bukan itu. Tapi tentang pemihakan pada industri nasional versus penyokong korporasi multinasional. Industri nasional (BUMN, BUMD, IUP/IUPR, Koperasi) dianak tirikan, sementara korporasi tambang multinasional diperlakukan istimewa," katanya.
Karena itu, IMES berharap agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masuk dalam polemik ini. Kata dia, dengan cara mengawasi 24 jam lalu lintas komunikasi Presiden, Wapres, Menko Perekonomian, serta 8 kementerian/Dirjen terkait: ESDM, Perdagangan, Perindustrian, Menkeu, Mensesneg, Menkumham, Dirjen Minerba, dan Dirjen Bea Cukai.
"Pengawasan KPK ini menjadi penting agar kesepakatan dan 'barter pasal' korporasi-pemerintah bisa diawasi ketat," pungkasnya. (awa/jpnn)