Hoaks Mampu Mengubah Pilihan Politik Publik
jpnn.com, JAKARTA - Upaya mendelegitimasi pemilu melalui serbuan hoaks tak cuma mempengaruhi pihak penyelenggara. Calon atau peserta pemilu juga terkena dampak dari kebohongan-kebohongan tersebut.
Manajer Pemantauan Seknas Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPRR) Alwan Ola Riantoby mengatakan, hoaks bisa mengubah pilihan politik masyarakat. Berita bohong juga bisa memicu konflik sosial.
"Mestinya dalam tahapan pemilu yang sedang berlangsung ini, peserta pemilu dan KPU, Bawaslu harus memproduksi hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan pemilih, sebagai bentuk kanalisasi terhadap berita hoaks," katanya saat dihubungi, Selasa (8/1).
Dia menduga, penyebaran hoaks jelang Pilpres ini merupakan gerakan sistematis. Ini terlihat dari rentetan berita bohong yang muncul sepanjang masa kampanye Pemilu 2019.
"Bisa jadi menjadi gerakan sistematis, karena melihat dari rentetan sebelumnya. Nah khawatirnya adalah jangan sampai menyebarkan berita hoaks menjadi suatu metode kampanye untuk mendulang suara pasangan calon tertentu. Nah ini akan merusak, " tegasnya.
Untuk itu, Alwan menyarankan, agar penyebar hoaks harus diidentifikasi. Pasalnya, kebanyakan berita bohong muncul dari para oknum relawan pasangan calon yang tidak bertanggungjawab.
"Selain itu daya konsumsi medsos masyarakat Indonesia masih sangat tinggi dan masih belum bisa membedakan mana berita benar dan berita hoaks, " tutupnya.
Sebelumnya, Sekretaris Bapilu DPP PSI, Andi Saiful Haq mengecam pernyataan calon Wakil Presiden nomor 02 Sandiaga Uno. Dimana pasangan Prabowo Subianto itu meragukan kredibilitas dan integritas KPU.