Ikhtiar NTB Mencegah Pernikahan Usia Anak
jpnn.com, LOMBOK - Tahun 2017 ini tepat empat tahun kepemimpinan Gubernur NTB Dr TGB H Muhammad Zainul Majdi. Tahun ini juga, tepat 9 tahun TGB memegang tampuk kepemimpinan di NTB.
Di bawah kepemimpinan TGB-Badrul Munir (2008-2013) dan TGB-Amin (2013-2018) banyak prestasi telah ditorehkan. Berbagai persoalan yang menjadi “rapor merah” Nusa Tenggara Barat (NTB) bisa dituntaskan dengan bertahap.
Salah satu masalah yang menjadikan NTB sebagai buah bibir di nasional adalah tingginya angka pernikahan usia dini. Jika menyebut pernikahan usia dini, orang akan menyebut NTB, khususnya Lombok.
Di Lombok memang ada tradisi merariq, seorang pria “melarikan” calon mempelai. Tapi dalam praktiknya banyak penyimpangan. Salah satunya “melarikan” anak di bawah umur. Tidak sedikit pelajar masih duduk di bangku SMP dan SMA “terpaksa” dinikahkan.
Mengatasi persoalan masih tingginya angka pernikahan usia dini ini tidak semudah membalik telapak tangan. Persoalan ini sudah menjadi budaya. Dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 sendiri membolehkan menikah di usia 16 tahun, yang dalam kondisi sekarang masih berstatus pelajar.
Persoalan ekonomi, tingkat pendidikan orang tua dan anak, serta modernisasi menjadi tantangan untuk pencegahan perkawinan usia dini. Tapi, Pemerintah Provinsi NTB tetap berikhtiar untuk mencehah pernikahan usia dini.
Penyebab terjadinya pernikahan usia dini kompleks. Tidak hanya satu faktor saja. Di Pulau Lombok misalnya, ada praktik merariq. Ini yang dikenal dengan “kawin lari”.
Calon mempelai laki-laki membawa “lari” calon mempelai perempuan yang kadang masih di usia dini. Masih sekolah. Selain itu ada juga kebiasaan jika ada laki dan perempuan telat pulang rumah, mereka dipaksa untuk dinikahkan. Budaya kita juga masih memandang jika ada perempuan menikah usia lebih dewasa dianggap tidak laku.
Masalah lainnya juga terkait dengan regulasi nasional. UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan masih membolehkan usia perkawinan 16 tahun. Padahal ini usia masih bersekolah. Pernah ada upaya yudicial review ke MK, tapi ditolak. Tentu saja ini tantangan kita secara regulasi mendorong agar usia pernikahan pertama itu dinaikkan.