Imam Trump
Oleh: Dahlan IskanMahkamah Agung, kala itu, merasa berhak memutuskan itu. Inti gugatan sang Janda dianggap masalah konstitusi negara yang harus ditegakkan: hak individu warga negara harus dijunjung tinggi.
Berarti sang Janda bisa melakukan aborsi. Namun telat. Saat putusan itu terbit bayinyi sudah berusia 3 tahun.
Sebenarnya, sambil menunggu putusan itu sang Janda terpikir untuk ke California. Yakni untuk melakukan aborsi di sana. Di negara bagian itu aborsi diperbolehkan tanpa syarat apa-apa.
Nama sang Janda kini banyak disebut lagi di media. Putusan itu dibatalkan. Dia tidak akan tahu. Dia sudah meninggal dunia.
Sejak putusan tahun 1972 itu, golongan konservatif merasa dikalahkan. Mereka ini golongan yang lebih religius. Ajaran agama melarang aborsi. Mereka kalah. Mereka tidak menyerah. Mereka pun meningkatkan perjuangan. Di berbagai sektor.
Setiap menjelang Pilpres para aktivis anti aborsi pilih-pilih: akan mendukung capres yang mana. Pasti yang dari Partai Republik, namun yang siapa. Yakni yang punya komitmen mendukung perjuangan anti-aborsi.
Di tahun 2012 mereka menemukan Donald Trump. "Kita kan tidak tahu Trump. Latar belakangnya juga tidak jelas. Namun, ternyata ia mau berjanji komit atas perjuangan anti-aborsi," ujar seorang tokoh aktivis di sana.
Dari pengalaman para aktivis itu bisa diketahui bahwa banyak capres Republik yang takut memberikan komitmen bidang aborsi ini. Mereka takut kehilangan suara. Sedang Trump kelihatan mantap.