Imparsial Minta DPR Setop Pembahasan Sejumlah RUU yang Membegal Konstitusi & Mengancam Demokrasi Ini
Husein mengatakan bahwa DPR dan pemerintahan saat ini tidak boleh membuat UU yang bermasalah yang akan berdampak serius kepada kehidupan negara demokrasi, negara hukum, dan hak asasi manusia di masa.
Terlebih, RUU tersebut dilakukan pembahasannya secara terburu-buru, tertutup, dan tanpa penyerapan aspirasi publik secara bermakna. Sehingga, UU yang akan dihasilkan akan sangat jauh dari kepentingan publik dan hanya demi kepentingan segelintir elit kelompok kekuasaan.
Imparsial mencatat bahwa DPR dan pemerintah juga tengah memaksakan pembahasan sejumlah RUU lain yang bermasalah, di antaranya; revisi UU TNI, revisi UU Polri, rervisi UU Penyiaran, dan RUU tentang Wantimpres yang akan menghidupkan kembali Dewan Pertimbangan Agung (DPA) yang dulu telah dibubarkan oleh gerakan Reformasi 1998.
"Pemaksaan pembahasan terhadap sejumlah revisi UU/ RUU tersebut sangat kental aroma kepentingan elite kekuasaan dan kelompok tertentu dan bukan untuk kepentingan rakyat," ujarnya.
Sebagai contoh, revisi UU TNI akan memberikan ruang yang luas bagi tentara aktif untuk menduduki berbagai jabatan sipil, menghapus larangan berbisnis bagi anggota militer, dan memberikan kewenangan penegakan hukum kepada TNI AD.
Begitu pula dengan revisi UU Polri yang memberikan kewenangan penyadapan tanpa terlebih dahulu harus mendapatkan izin dari ketua pengadilan. Selain itu, RUU Pilkada juga akan menghidupkan kembali pasal-pasal yang telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi.
"Berbagai RUU tersebut ditujukan untuk kepentingan melanggengkan kekuasaan segelintir elite dan kelompok di negri ini dan bukan untuk kepentingan rakyat," kata Husein.
Atas dasar itulah Imparsial mendesak kepada Pemerintah, DPR RI, dan para pimpinan partai politik untuk menghentikan semua proses pembahasan RUU yang bermasalah tersebut, karena selain secara substansi akan merusak demokrasi, negara hukum, melanggar konstitusi, dan kental aroma kepentingan elite politik.