Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Implikasi Hukum Privatisasi JICT Jilid II Saat Audit BPK Diabaikan

Sabtu, 23 Maret 2019 – 04:42 WIB
Implikasi Hukum Privatisasi JICT Jilid II Saat Audit BPK Diabaikan - JPNN.COM
Para pembiacara dalam diskusi nasional bertajuk “Kasus Privatisasi JICT Jilid II (2015 - 2019), Ke Mana Pemerintah dan KPK?” di Jakarta, Kamis (21/3/2019). Foto: Ist

jpnn.com, JAKARTA - Polemik perpanjangan kontrak atau privatisasi jilid II (2015-2039) pelabuhan nasional terbesar Jakarta International Container Terminal (JICT) terus bergulir. Masalah kian berlarut karena pemerintah dan aparat penegak hukum dalam hal ini KPK, tidak cepat menindaklanjuti hasil audit investigatif Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menemukan pelanggaran aturan dan kerugian negara.

Sementara Hutchison dan Pelindo II terus berupaya menjalankan privatisasi JICT yang terindikasi korup dan melanggar aturan.

Hal itu menjadi pembahasan dalam diskusi nasional bertajuk “Kasus Privatisasi JICT Jilid II (2015 - 2019), Ke Mana Pemerintah dan KPK?” di Jakarta, Kamis (21/3/2019).

Kontroversi muncul terkait dengan privatisasi JICT ini. Dalam acara tersebut mengghadirkan Ekonom Universitas Indonesia Oskar Vitriano, Dosen Universitas Muhammadiyah Jakarta Septa Chandra, Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi UGM Oce Madril dan Ketua Umum Federasi Pekerja Pelabuhan Indonesia (FPPI) Nova Sofyan Hakim dengan moderator Hardy Hermawan.

Septa Chandra dalam pemaparannya, mengungkapkan perpanjangan kontrak JICT kepada Hutchison menjadi cacat secara hukum dan batal demi hukum.

Ia mengatakan dalam audit investigatif BPK, terdapat banyak penyimpangan dalam kasus privatisasi JICT, seperti tanpa izin konsesi pemerintah, Hutchison sebagai mitra ditunjuk langsung tanpa tender, tidak ada persetujuan RUPS, tidak ada RJPP dan RKAP serta penunjukan langsung Deutsche Bank dilakukan dengan melanggar aturan.

“BPK adalah lembaga negara yang ketika melakukan audit tentu ada dampak hukum. Wewenang untuk menilai ada pelanggaran dan kerugian negara dalam kasus privatisasi JICT juga merupakan perintah Undang-Undang. Jika tidak ditindaklanjuti oleh pemerintah dan penegak hukum artinya ini telah mengabaikan amanat Undang-Undang,” ujar Septa.

Menurutnya, menjadi pertanyaan jika audit investigatif BPK tidak dijadikan bukti permulaan proses hukum oleh KPK.

Polemik perpanjangan kontrak atau privatisasi jilid II (2015-2039) pelabuhan nasional terbesar Jakarta International Container Terminal (JICT) terus bergulir.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News