Impor Beras Untuk Jaga Stabilitas Harga dan Stok Nasional
jpnn.com, JAKARTA - Fraksi Partai Hati Nurani (Hanura) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mengadakan Seminar Nasional untuk menyamakan persepsi terkait polemik impor beras yang sempat mencuat. Fraksi Hanura menilai impor beras bertujuan untuk menjaga stabilitas harga dan stok beras nasional dalam mengantisipasi berbagai kemungkinan yang terjadi merupakan salah satu tugas penting pemerintah dalam menjaga rakyatnya.
"Pemerintah melakukan impor beras sesungguhnya sudah melalui analisis dan yang paling penting untuk menjaga stabilitas harga dan stok beras nasional untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat Indonesia bila terjadi hal-hal yang tak diinginkan," kata Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Inas Nasrullah Zubir pada saat pemaparan Seminar Nasional, Kamis (25/10/2018) di Ruang Rapat Pansus B, Gedung Nusantara II Lantai 3 DPR RI.
Lebih lanjut, Ketua Fraksi Partai Hanura DPR RI ini menjelaskan, konsumsi beras di Indonesia dari Januari hingga Desember 2018 diperkirakan 29,57 juta ton lebih rendah jika dibandingkan dengan produksi beras dari Januari sampai Desember 2018.
Lebih lanjut, Ketua DPP Partai Hanura ini menejelaskan, berdasarkan data produksi padi di Indonesia periode Januari-September 2018 sebesar 49,65 juta ton gabah kering giling. Jika produksi padi konversikan menjadi beras dengan menggunakan angka Konversi GKG ke beras tahun 2018 maka produksi padi tersebut setara dengan 32,42 juta ton beras.
Untuk itu, kata Inas, impor beras yang dilakukan pemerintah hanya semata-mata untuk mengantisipasi dan menjaga stabilitas harga dan stok beras nasional. Bila ada pihak yang terus mempolemikkan ini sesungguhnya bagian dari kepentingan politik untuk menyerang pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Saya kira kalau masih ada pihak yang terus goreng dan masalahkan soal impor beras ada kemungkinan untuk kepentingan politik menyerang pemerintahan Presiden Jokowi," tegas Inas.
Pentingnya impor pangan juga diutarakan Direktur Eksekutif Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (PATAKA) Yeka Hendra Fatika. Dalam materinya, Hendra menjelaskan, produksi padi atau beras di Tahun 2018 berpotensi lebih rendah dibandingkan tahun 2017 lalu. Hal ini terjadi akibat kondisi kemarau tahun 2018 lebih panjang dan kuat dbandingkan dengan tahun 2017.
"Bila tidak ada langkah antisipatif maka gejolak harga beras yang pernah terjadi di Januari-Februari 2018 lalu diduga kuat akan terjadi di awal tahun 2019 dengan lonjakan harga yang bisa semakin liar," ujar Hendra.