Indonesia Dorong Reformasi Perdagangan Internasional yang Pronegara Berkembang
Perdagangan hasil tangkapan ikan dari kegiatan illegal fishing diperkirakan mencapai hingga US$23,5 miliar per tahun. Bahkan, kerugian ekonomi secara keseluruhan dari penangkapan ikan secara ilegal diperkiran mencapai US$50 miliar.
Aktivitas illegal fishing juga membuat jumlah stok ikan di dunia berkurang secara signifikan dari 90 persen pada 1974 menjadi 64,6 persen pada 2019. Hal ini menjadi ancaman serius bagi ketahanan pangan global di masa depan.
Penangkapan ikan secara ilegal juga menimbulkan masalah serius lainnya seperti perdagangan manusia, perbudakan modern, dan pencucian uang.
Pada tahun 2020, diperkirakan 39 persen korban perdagangan manusia, per 100 ribu penduduk, menjadi korban kerja paksa, dan 28 persen di antaranya dipaksa bekerja di industri perikanan.
Uang hasil illegal fishing biasanya disembunyikan melalui jaringan pencucian uang yang rumit. Hal menambah kompleksitas dalam upaya memerangi kejahatan finansial dunia.
“Semua hal di atas menekankan pentingnya strategi penanganan yang komprehensif yang tidak hanya melindungi ekosistem laut. Namun, juga menjunjung tinggi hak asasi manusia, keamanan internasional, dan integritas keuangan sehingga menuntut komitmen dan upaya bersama negara Asia dan Afrika,” ujar Cahyo.
Oleh karena itu, menruut Cahyo, dalam sidang ini, Indonesia mengajak negara-negara Asia dan Afrika untuk menyatukan pandangan dan menyatakan komitmen bersama untuk memerangi illegal fishing sebagai bagian dari kejahatan transnasional yang terorganisir.
Negara-negara anggota AALCO mencatat pentingnya isu illegal fishing yang dikemukakan oleh Indonesia dan berpandangan diskusi lanjutan diperlukan dalam pembentukan kerangka hukum internasional terkait kriminalisasi illegal fishing sebagai tindak pidana serius.(fri/jpnn)