Indonesia Masih Minim Tenaga Pelopor Perdamaian
jpnn.com, JAKARTA - Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kemensos Harry Hikmat mengatakan, pelopor perdamaian dituntut bisa mendeteksi segala potensi yang akan menimbulkan konflik sosial.
Untuk itu, Kementerian Sosial terus meningkatkan kapasitas dan kemampuan tenaga pelopor perdamaian agar bisa membangkitkan Indonesia yang damai di seluruh tanah air.
"Kami berikan pelatihan bagaimana Pelopor dapat mendeteksi potensi terjadinya konflik di daerah tempat mereka berada. Mereka harus bisa merangkul segala potensi lokal untuk mencegah terjadinya konflik," kata Harry Himat dalam siaran tertulisnya, Selasa (16/10).
Harry menjelaskan, bencana sosial yang terjadi di masyarakat mempunyai kompleksitas yang membutuhkan penanganan secara serius karena yang dihadapi adalah manusia. Berbagai kepentingan dan tujuan di masyarakat jika tidak dimediasi akan menimbulkan konflik sosial.
Untuk menjadi orang yang bisa menyelesaikan konflik, Pelopor Perdamaian dituntut bisa berpikir bukan dari satu sisi dirinya saja melainkan juga berpikir dari sisi kelompok yang dihadapi.
"Nah ini kan peran ganda. Tanpa mengabaikan prinsip-prinsip sebagai pekerja kemanusiaan. Ini harus ditanamkan kepada mereka," tambahnya.
Keberadaan pelopor perdamaian, diakui Harry masih kurang mengingat luasnya wilayah kerja yang mereka hadapi. Kemensos sendiri mencatat hingga saat ini baru ada 1.454 anggota pelopor perdamaian.
"Dengan jumlah segitu tentu ini masih belum ideal. Idealnya satu kecamatan tiga pelopor perdamaian. Jika di Indonesia ada sekitar 7.000 kecamatan maka idealnya ada 21.000 pelopor perdamaian," tegasnya.