Indonesia Punya Modal Kuat untuk Menegur Myanmar, Berani?
jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah Indonesia diharapkan dapat berperan sebagai aktor utama yang mendorong Perhimpunan Bangsa-Bangsa di Asia Tenggara (ASEAN) dan lembaga-lemba kerja sama dunia untuk bersikap tegas merespon kudeta militer di Myanmar awal minggu ini.
Harapan itu disampaikan oleh sejumlah aktivis pro demokrasi, eks anggota dewan perwakilan rakyat, serta para pembela hak asasi manusia di Indonesia pada acara seminar yang diadakan oleh Migrant CARE, Human Rights Working Group (HRWG), Asia Democracy Network (ADN), Jembatan Flinders, dan SAFENet, Kamis (4/2).
Eva Sundari, mantan anggota DPR RI sekaligus salah satu penggerak ASEAN Parliamentarians for Human Rights (APHR), mengatakan Indonesia diharapkan dapat berperan di tiap tingkatan, mulai dari pemerintah, parlemen, dan masyarakat sipil.
Eva mengatakan harapan itu juga jadi permintaan yang disuarakan oleh organisasi masyarakat sipil di Myanmar.
Pemerintah Indonesia, menurut Eva, memiliki modal hubungan baik dengan otoritas di Myanmar, terutama dalam penanganan krisis kemanusiaan di Rakhine.
"Indonesia memberi dukungan konkret terhadap isu Rohingya, pijakannya kuat ke dalam dan bantuannya konkret. Di Rakhine state ada sekolah yang dibangun, ada beasiswa yang terus digelontorkan, ada humanitarian aid, (Indonesia, red) terus melakukan hubungan baik (dengan Myanmar, red)," kata Eva, salah satu pembicara seminar.
Modal hubungan baik itu, Eva berpendapat, sebaiknya dapat dimanfaatkan untuk memengaruhi negara-negara anggota ASEAN agar mengirim pesan tegas terhadap situasi di Myanmar.
Negara-negara anggota ASEAN menunjukkan sikap yang terpecah terkait isu kudeta militer di Myanmar. Beberapa negara seperti Thailand, Kamboja, Vietnam, dan Filipina, dengan tegas menyatakan kudeta itu merupakan urusan dalam negeri di Myanmar.