Indonesia Ternyata Ketimpangan Penghasilannya Paling Tinggi di Asia
jpnn.com - JAKARTA – Badan Pusat Statistik mencatat jumlah penduduk miskin Indonesia pada Maret 2015 lalu sebanyak 28,59 juta orang, setara dengan 11,22 persen dari jumlah penduduk. Jumlah penduduk miskin tersebut, menurut Ketua DPD RI, Irman Gusman, bertambah sebanyak 850 ribu dibandingkan pada September 2014, di mana penduduk miskin berjumlah 27,73 juta jiwa atau 10,96 persen dari total jumlah penduduk.
Kenyataan tersebut, ujar Irman Gusman, diperkuat oleh data yang dilansir oleh peneliti dari Institte for Development of Economics and Finance (INDEF), Eko Listianto. Pada akhir tahun 2014, peringkat koefisien sebesar 0,43. Angka tersebut meningkat dibandingkan tahun 2004-2005 yang hanya berkisar di angka 0,34-0,35.
“Bahkan sepanjang tahun 2015 Bank Dunia mencatat Indonesia sebagai salah satu negara dengan ketimpangan penghasilan paling tinggi di Asia, sebab Indonesia saat ini merupakan salah satu negara paling inequal di Asia,” kata Irman Gusman, di Lobi Gedung DPD, RI, kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Senin (21/12).
Selain itu, lanjut Senator asal Sumatera Barat ini, dari sisi distribusi pendapatan, juga terlihat makin melebarnya penerimaan kelompok 20 persen penduduk terkaya dengan 40 persen penduduk termiskin.
Mengutip data BPS tahun 2014, menurut Irman, pada tahun 2005, 40 persen penduduk kelas terbawah menerima pendapatan nasional sebesar 21 persen. Namun pada 2013 menurun menjadi 16,9 persen.
Sebaliknya, 20 persen penduduk kelas atas, penerimaan mereka melonjak dari 40 persen pada 2005 menjadi 49 persen dari PDB pada tahun 2013. "Artinya, sebanyak 20 persen penduduk terkaya menguasai hampir separuh pendapatan nasional," ungkap Irman Gusman.
Makin melebarnya kesenjangan ekonomi dan sosial tersebut kata Irman, juga dipicu oleh terjadinya ketimpangan pertumbuhan antar-sektor ekonomi, di mana sektor yang menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar tumbuh lebih rendah dibandingkan sektor ekonomi modern yang menyerap lebih sedikit tenaga kerja.
“Akibatnya sektor pertanian dan industri manufaktur yang menyerap tenaga kerja paling banyak, akhirnya menjadi konsentrasi penduduk miskin," kata Irman Gusman.