Indonesia Travel X-change Luncurkan Go Digital untuk Joglosemar
“Kalaupun ada yang tidak beres, pihak payment gateway-nya yang akan bertanggung jawab, bukan suplayer, distributor, apalagi customers,” kata dia.
Kedua, lanjut Claudia yang menyebut dirinya ladies backpacker itu juga mengulang benefit plus plus yang tidak akan ditemukan di industri IT manapun.
Misalnya, akan diberikan template website gratis, yang jika di-developed sendiri, membutuhkan tenaga IT 5-6 orang serta waktunya paling cepat 6 bulan.
“Website gratis yang kami sediakan, cukup menyiapkan 1 orang IT saja, jika dari nol, paling lama 6 minggu sudah bisa online. Jika materi paket, promo, desain-desain foto dan infografisnya sudah siap, tidak sampai satu minggu sudah bisa running. Jika membangun web professional sendiri minimal Rp 75-100 jutaan,” kata Claudia.
Ketiga, ITX juga sudah menyiapkan mesin booking system dan payment system-nya. Sehingga akan terintegrasi dalam satu platform, dari look, book, dan pay sekali online, di computer atau smartphone yang sama. “Kalau fasilitas ini dibangun sendiri, membutuhkan biaya sekitar Rp 300 jutaan. Tapi semua digratisnya untuk pelaku bisnis pariwisata,” ungkap Claudia.
Samsriyono Nugroho, Stafsus Menpar Bidang IT menambahkan, bahwa ITX sendiri tidak berbisnis di travel agent, bukan OTA (online travel agent), tidak berbisnis yang terkait 3A (akomodasi, akses, atraksi).
ITX betul-betul hanya perusahaan IT yang menyediakan platform dan mensiplifikasi proses antara supply dan demand. ITX hanya membuka pasar yang lebih luas, sampai ke mancanegara.
“Nah, inilah yang sering dikatakan Pak Menpar Arief Yahya sebagai More Digital More Global,” ungkap Sam.