Ingat, DPR Tak Berwenang Merecoki Pencegahan Papa Novanto
jpnn.com, JAKARTA - Pengamat hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hajar menyatakan bahwa DPR tidak bisa mencampuri urusan kekuasaan kehakiman. Menurutnya, DPR sebagai lembaga legislasi tidak punya kekuasaan untuk menafsirkan undang-undang.
"Kekuasaan kehakiman punya otoritas sendiri. DPR, pemerintah, presiden, tidak bisa memengaruhi keputusan kekuasaan kehakiman dalam hal ini KPK," kata Fickar kepada JPNN, Jumat (14/3).
Fickar mengatakan hal itu sebagai respons atas langkah DPR yang meminta Direktorat Jenderal Imigrasi mencabut pencegahan atas Setya Novanto. Imigrasi mencegah ketua DPR itu atas dasar permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) guna penyidikan kasus korupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP).
Namun, DPR meminta Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM mencabut pencegahan atas ketua umum Golkar itu. Rujukannya adalah UU Nomor 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian.
Hanya saja, KPK juga merasa berwenang mengajukan pencegahan. Dasarnya adalah pasal 12 ayat 1 huruf b UU nomor 30 tahun 2002 tentang KPK.
Fickar menjelaskan, dahulu memang ada aturan bahwa lembaga penegak hukum yang hendak menindak pejabat negara harus mendapatkan izin dari presiden. Namun, kata dia, aturan soal itu sudah dibatalkan Mahkamah Konstitusi.
Karenanya, tidak perlu memerlukan izin presiden lagi. "Apalagi KPK yang berdasarkan UU KPK itu kalau mau melakukan tindakan hukum tidak perlu izin siapa pun, termasuk izin presiden," ungkap Fickar.
Karenanya dia mengatakan, DPR tak punya alasan untuk mencampuri kekuasaan kehakiman soal pencegahan. Menurut Fickar, sebenarnya sah-sah saja jika DPR keberatan karena Novanto dicegah.