Ini Alasan YLBHI Minta Presiden Copot Jaksa Agung
jpnn.com - JAKARTA - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) juga mendorong Presiden Joko Widodo (Jokowi) mencopot Jaksa Agung HM Prasetyo. Tapi, alasannya berbeda dengan ICW dan KontraS.
Julius Ibrani dari YLBHI menuturkan, lembaganya bersama Koalisi Masyarakat Sipil Anti-Kriminalisasi (TAKTIS), berkesimpulan bahwa Jaksa Agung sejatinya memiliki peran sentral atas kriminalisasi terhadap puluhan orang.
YLBHI TAKTIS mencatat kriminalisasi bermula pasca penetapan Komjen BG (Budi Gunawan) sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi pada 13 Januari 2015, ada 49 orang diperiksa, ditangkap, ditahan, ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri, sebagai urutan peristiwa yang saling terkait dan terstruktur.
"Kriminalisasi dilakukan terhadap lembaga KPK, Komisi Yudisial, Komnas HAM para Dosen, Mantan Hakim Agung serta pegiat/aktivis antikorupsi, secepat kilat setelah ke-49 orang tersebut merespon, mengkritik, dan menyoroti penetapan Komjen BG sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi," kata Julian di kantor ICW, Minggu (25/10).
Sebut saja, nama-nama seperti Bambang Widjojanto, Abraham Samad, Denny Indrayana, Tempo (media massa), Suparman Marzuki, Taufiqqurohman Syahuri, Direktur bidang KPK, dll. Dalam posisinya, Jaksa Agung bersama jajarannya memiliki peran signifikan untuk "mengendalikan" perkara sejak awal pemeriksaan oleh kepolisian.
Pertama, kewenangan "penuntutan" dikaitkan dengan peran Kejaksaan dalam sistem peradilan pidana terpadu (integrated criminal justice system), harus didefinisikan sebagai Dominus Litis (procuruer die de procesvoering vastselat), yaitu pengendalian proses perkara dari tahapan awal penyidikan sampai dengan pelaksanaan proses eksekusi suatu putusan.
Kedua, Pasal 11 Guidelines on the role of Prosecutors yang juga diadopsi oleh Eight United Nation Congress on The Prevention of Crime dalam Kongres Pencegahan Kejahatan ke-8 di Havana pada tahun 1990, di mana Republik Indonesia telah menjadi bagian dalam kongres tersebut. Yang menyatakan bahwa, "jaksa harus melakukan peran aktif dalam proses penanganan perkara pidana termasuk melakukan penuntutan jika diijinkan oleh hukum setempat, berperan aktif dalam penyidikan, pengawasan terhadap keabsahan penyidikan tersebut, mengawasi pelaksanaan putusan pengadilan dan menjalankan fungsi lain sebagai wakil kepentingan umum".
Ketiga, KUHAP sudah mengatur peran signifikan Kejaksaan sejak awal pemeriksaan. Pasal 109 ayat (1) KUHAP, menyatakan bahwa, "Dalam hal penyidik telah mulai melakukan penyidikan suatu peristiwa yang merupakan tindak pidana, penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum."