Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Ini Cara KPAI Tangani Anak yang Terkena Radikalisme

Selasa, 06 September 2016 – 13:20 WIB
Ini Cara KPAI Tangani Anak yang Terkena Radikalisme - JPNN.COM
Ilustrasi. Foto: Ist

Narasi alternatif di media sosial menurut Noor Huda, sangat penting untuk pengajaran soal nilai-nilai baik dan mengimbangi narasi radikal.

“Dalam pola perekrutan baru ini, mereka hanya terhubung karena kesamaan imajinasi melalui Internet, terutama media sosial. Ini bukan berarti pelaku kekerasan hanya terpapar oleh media sosial, kemudian terlibat sebuah aksi. Dalam masyarakat Indonesia yang sangat komunal ini, pertemuan fisik dengan pelaku yang lain masih sangatlah diperlukan. Media sosial itu hanya mempercepat dan mempermudah proses radikalisasi pelaku,” kata Huda.

Seperti halnya gerakan sosial-politik yang lain, kelompok kekerasan pun menggunakan Internet untuk penggalangan dana serta membangun loyalitas kelompok yang berawal dari pertemanan online menjadi brotherhood atau bahkan perjodohan.

Media mereka pun lebih eye catching (memikat) dibandingkan dengan media yang diproduksi oleh negara. Secara berkala, laman-laman situs mereka pun diperbarui dengan berita-berita yang provokatif.

Kondisi ini menurut Noor Huda diperparah dengan rendahnya "melek digital" atau kemampuan membaca secara kritis informasi yang berseliweran di media digital. Maka, serangan amatiran terhadap pastor di Medan itu harus menjadi peringatan serius bahwa, untuk melawan radikalisasi pola baru ini tidak bisa hanya dilakukan sendiri oleh negara, tapi diperlukan juga kerja sama semua pihak.

Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah menggalakkan "melek digital" di kalangan anak muda agar mereka tidak terus menjadi korban dari kampanye kebencian yang tumpah-ruah di ranah media sosial kita.

Sasaran empuk rekrutmen kaum radikal, menurut  Huda adalah para anak muda yang masih labil mencari jati diri dan individu yang termarginalkan secara sosial, politik, dan budaya.

Marah terhadap realitas pedih kehidupan, mereka pun merelakan diri menjadi martir bagi sebuah kelompok yang mengusung jargon-jargon agama yang bombastis, seperti membangun peradaban baru di bawah naungan khilafah Islam. Mereka berprinsip "hidup mulia atau mati syahid".

JAKARTA –  Pendidikan antiradikalisme kepada generasi muda lebih efektif  diajarkan melalui hal nyata dan mengandung unsur kekinian.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News