Ini Evaluasi KLHK soal Banjir Jakarta dan Longsor di Puncak
jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Direktorat Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (PDASHL), melakukan evaluasi cepat terkait bencana banjir di Jakarta dan longsor di kawasan Puncak, Jawa Barat yang terjadi pada Senin (5/2) kemarin.
Di ibu kota, banjir melanda, yang disebabkan oleh curah hujan lokal yang ekstrem. Hampir di waktu bersamaan, terjadi longsor pada lima titik berbeda di daerah Puncak.
Hasil evaluasi dua bencana ini dipaparkan oleh Direktur Jenderal PDASHL KLHK, Hilman Nugroho dalam media briefing di Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta, Rabu (7/2).
Mendampingi Hilman Nugroho, Direktur Perencanaan, Evaluasi dan Perencanaan Daerah Aliran Sungai (PEPDAS), Yuliarto Joko Putranto, Direktur Pengendalian Kerusakan Perairan Darat, Hermono Sigit, dan Sekretaris Direktorat Jenderal PDASHL, Murdiyono.
Di awal, Hilman menjelaskan terkait longsor yang terjadi pada beberapa titik di Puncak, Jawa Barat. Longsor terjadi di daerah Widuri, Gunung Mas, Riung Gunung, Grand Hill dan sekitar masjid Atta’awun. Semua titik longsor tersebut berada di kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung Hulu.
Ada enam tipe longsor, translasi, rotasi, pergerakan blok, reruntuhan batuan, rayapan tanah dan aliran bahan rombakan. Longsor di kawasan ini bertipe translasi, yaitu masa tanah yang bergerak turun sesuai bidang gelinciran yang rata. “Tipe longsorannya adalah translasi, tidak ada rayapan, pergerakan blok, rotasi dan lain sebagainya,” kata Hilman.
Hilman menerangkan bahwa faktor utama penyebab terjadinya longsor ini adalah tingginya curah hujan antara 148-151 mm/hari yang berlangsung selama 2-3 hari di kawasan tersebut. Faktor lainnya dalah perencanaan tata ruang yang belum optimal, kegagalan struktur dinding tanah dan keterlanjuran aktivitas manusia di atasnya.