Ini Jenis Barang Mewah yang Kena PPnBM
JAKARTA - Awal tahun ini, Ditjen Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berencana menerapkan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) untuk beberapa barang dengan harga jual mahal seperti tas dan sepatu mewah.
Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) sekaligus Plt Dirjen Pajak Mardiasmo menuturkan, usul regulasi PPnBM anyar itu nanti diberlakukan pada tas, jam, arloji, hingga sepatu mewah.
"Sepatu seharga lebih dari Rp 10 juta dan tas Rp 20 jutaan. Itu kan belum ada (aturan). Belum dianggap barang mewah," ungkapnya di gedung DPR pada Rabu malam (22/1).
Selain barang mewah tersebut, Mardiasmo menjelaskan bahwa PPnBM akan diterapkan pada berbagai macam perhiasan dari logam, emas, dan berlian.
Selain barang mewah dan perhiasan, pria yang baru dilantik menjadi dewan komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) itu memaparkan bahwa pihaknya akan mencoba menaikkan penerimaan pajak dari kepemilikan rumah dan apartemen.
Sebab, harga-harga properti saat ini makin meningkat signifikan, dengan banderol lebih dari Rp 5 miliar.
"Tapi, mungkin Rp 2 miliar (dulu) untuk apartemen. Kami pastikan di luasnya. Sebab, sekarang nilainya naik terus. Itu juga akan kena pasal untuk barang mewah," jelas dia.
Karena itu, Ditjen Pajak tengah menggodok finalisasi revisi peraturan menteri keuangan (PMK) untuk PPnBM. Beleid anyar tersebut ditargetkan dapat diimplementasikan pada kuartal satu tahun ini.
"Kami usulkan semua PMK-nya. Kalau bisa, bulan ini sudah dapat dieksekusi," terangnya.
Pada 2013, pemerintah juga telah membuat aturan PPnBM melalui PMK Nomor 121/PMK.011/2013 tentang barang yang digolongkan barang mewah selain kendaraan bermotor.
Di antaranya, arloji dengan harga jual Rp 40 juta per unit, koper, serta tas perempuan, eksekutif, kantor, dan sekolah seharga lebih dari Rp 5 juta.
Sebelumnya, mulai tahun ini, pemerintah giat menggenjot penerimaan pajak mencapai lebih dari Rp 100 triliun. Dalam lima tahun mendatang, Kemenkeu mematok penerimaan pajak naik hingga Rp 400 triliun, atau mencapai Rp 1.300 triliun dari realisasi tahun lalu yang berkisar Rp 900 triliun.
Jadi, objek barang yang dikenai pajak akan diperluas. Kemenkeu bakal mengejar target pajak melalui upaya ekstensifikasi, khususnya bagi wajib pajak (WP) pribadi. Salah satu caranya adalah menggandeng komunitas profesi yang penerimaan pajaknya saat ini belum bisa dimaksimalkan. Misalnya, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) hingga Ikatan Dokter Bedah Indonesia (IDBI).
"Ikatan lawyer (pengacara) juga akan kami tinjau lagi, apa mereka punya NPWP (nomor pokok wajib pajak) atau tidak," ungkap Mardiasmo.
Sementara itu, sepekan ini pemerintah dengan DPR membahas rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara perubahan (APBN-P), termasuk soal penerimaan pajak pada 2015. Saluran penerimaan pajak bakal dimaksimalkan di pajak nonmigas.