Ini Kata Menko Polhukam soal Insiden Bendera Tauhid
jpnn.com, JAKARTA - Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto mengumpulkan Kapolri Jenderal Tito Karnavian, Jaksa Agung M Prasetyo hingga perwakilan Kemendagri, Kemenkumham, MUI dan PBNU untuk menyikapi polemik pembakaran bendera bertuliskan tauhid.
Dalam rapat itu, pemerintah mengedepankan penegakan hukum untuk menyelesaikan polemik tersebut.
"Memang telah terjadi peristiwa pembakaran bendera yang berlafalkan kalimat tauhid dan ikat kepala, yang oleh pembakar diyakini sebagai simbol Hizbut Tahrir Indonesia. Di mana HTI memang merupakan ormas yang sudah dilarang keberadaannya di Indonesia berdasarkan keputusan pengadilan," kata Wiranto dalam konferensi pers di Gedung Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Selasa (23/10).
Wiranto mengakui peristiwa pembakaran itu berkembang meluas hingga detik ini. Mantan Panglima TNI ini menduga ada pendapat yang cenderung mengadu domba antarormas, bahkan antarumat beragama di media sosial.
"Yang dapat menimbulkan terjadinya pro dan kontra di tengah masyarakat yang pada akhirnya hanya akan mengusik persatuan dan kesatuan kita sebagai bangsa dan negara yang sedang membangun. Oleh karena itu, pemerintah memandang perlu untuk mengambil langkah-Iangkah dalam rangka menjaga stabilitas di kalangan masyarakat," jelas Wiranto.
Peristiwa pembakaran tersebut, lanjut Wiranto, akibat adanya penggunaan kalimat tauhid dalam bendera HTI sebagai ormas yang sudah dilarang keberadaannya. Hal itu muncul dalam upacara Hari Santri di beberapa daerah di Tasikamalaya.
"Untuk daerah lainnya, bendera dan oknumnya tersebut diamankan dengan tertib tanpa ada insiden. Tetapi di Garut, cara mengamankannya dengan cara dibakar oleh oknum Banser ternyata menimbulkan problem masalah," jelas Wiranto.
Lebih lanjut kata Wiranto, PBNU telah meminta kepada GP Ansor untuk mengklarifikasi kejadian di Garut dan menyesali cara tersebut yang ternyata telah menimbulkan kesalahpahaman.