Inilah Kabar Baik bagi Penderita Gagal Ginjal dan Kanker
”Tapi, jangan dibayangkan kami di sini menernak hamster, kemudian diambil ovariumnya,” ujarnya. Dia mengatakan, untuk penelitian tersebut, pihaknya bekerja sama dengan PT Bio Farma dan Fakultas Farmasi UGM. PT Bio Farma bahkan membelikan mammalian cell line CHO-DG44 yang berharga sampai Rp 300 juta per 1 mililiter.
Setelah punya sel ovarium hamster Tiongkok itu, Adi langsung mengembangbiakkannya melalui teknik kultur sel mamalia. Akhirnya, dia sekarang memiliki stok sel ovarium hamster Tiongkok yang melimpah. Sel yang sangat penting itu tidak hanya bisa digunakan untuk riset produksi protein EPO, tetapi juga protein farmasetik berbasis bioteknologi lainnya.
Adi menjelaskan, riset untuk produksi protein EPO dengan media sel ovarium hamster itu pada skala laboratorium ternyata mendapatkan hasil yang memuaskan. Dia bahkan memperoleh protein EPO II. Dia mengatakan, banyak sekali keunggulan protein EPO II bila dibandingkan dengan generasi pertama.
Protein EPO generasi pertama hanya memiliki 3 N-linked gugus karbohidrat. Sedangkan protein EPO generasi kedua memiliki 5 N-linked gugus karbohidrat. Karena jumlah gugus karbohidratnya lebih banyak, protein EPO II memiliki waktu paro lebih lama ketimbang generasi pertama.
”Kalau menggunakan protein EPO generasi pertama, pasien itu bisa disuntik 2–3 kali dalam sepekan,” katanya. Tetapi, dengan protein EPO II, pasien cukup disuntik sekali dalam sepekan. Sebab, protein EPO II memiliki ”durasi hidup” lebih lama di dalam tubuh manusia.
Sebagai peneliti, dia bersyukur karena risetnya tentang protein EPO II telah berhasil dan EPO II bakal diproduksi masal oleh kalangan industri.
Dia menuturkan, selama penelitian bertahun-tahun itu, dirinya juga sering menghadapi rasa bosan atau jenuh yang sangat. ”Kalau sudah seperti itu, terapinya adalah mendengarkan musik rock dari grup Oasis,” jelas dia. Obat lain pengusir jenuhnya adalah membaca buku-buku filsafat.
Dengan membaca buku filsafat, Adi mengaku bisa merasakan lebih dalam lagi siapa kita di alam semesta. Lalu, bagaimana kita meresponsnya dalam bentuk tindakan sehari-hari, baik kepada sesama maupun alam sekitar.