Inilah Naskah Perpu tentang MK
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Mahkamah Konstitusi adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Dewan Perwakilan Rakyat yang selanjutnya disingkat DPR adalah Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
3. Permohonan adalah permintaan yang diajukan secara tertulis kepada Mahkamah Konstitusi mengenai:
a. pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
c. pembubaran partai politik;
d. perselisihan tentang hasil pemilihan umum; atau
e. pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
4. Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi adalah perangkat yang dibentuk oleh Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial untuk menjaga kehormatan dan perilaku hakim konstitusi.
5. Panel Ahli adalah perangkat yang dibentuk oleh Komisi Yudisial untuk menguji kelayakan dan kepatutan calon hakim konstitusi yang diusulkan oleh Mahkamah Agung, DPR, dan Presiden.
2. Ketentuan Pasal 15 ayat (2) huruf b dan huruf h diubah dan ditambah 1 (satu) huruf, yakni huruf i serta ayat (3) ditambah 1 (satu) huruf, yakni huruf f, sehingga Pasal 15 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 15
(1) Hakim konstitusi harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela;
b. adil; dan
c. negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan.
(2) Untuk dapat diangkat menjadi hakim konstitusi, selain harus memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), seorang calon hakim konstitusi harus memenuhi syarat:
a. warga negara Indonesia;
b. berijazah doktor dengan dasar sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi hukum;
c. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia;
d. berusia paling rendah 47 (empat puluh tujuh) tahun dan paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada saat pengangkatan;
e. mampu secara jasmani dan rohani dalam menjalankan tugas dan kewajiban;
f. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
g. tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan;
h. mempunyai pengalaman kerja di bidang hukum paling sedikit 15 (lima belas) tahun; dan
i. tidak menjadi anggota partai politik dalam jangka waktu paling singkat 7 (tujuh) tahun sebelum diajukan sebagai calon hakim konstitusi.
(3) Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) calon hakim konstitusi juga harus memenuhi kelengkapan administrasi dengan menyerahkan:
a. surat pernyataan kesediaan untuk menjadi hakim konstitusi;
b. daftar riwayat hidup;
c. menyerahkan fotokopi ijazah yang telah dilegalisasi dengan menunjukkan ijazah asli;
d. laporan daftar harta kekayaan serta sumber penghasilan calon yang disertai dengan dokumen pendukung yang sah dan telah mendapat pengesahan dari lembaga yang berwenang; dan
e. nomor pokok wajib pajak (NPWP); dan
f. surat pernyataan tidak menjadi anggota partai politik.
3. Di antara Pasal 18 dan Pasal 19 disisipkan 3 (tiga) pasal, yakni Pasal 18A, Pasal 18B, dan Pasal 18C, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 18A
(1) Hakim konstitusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) sebelum ditetapkan Presiden, terlebih dahulu harus melalui uji kelayakan dan kepatutan yang dilaksanakan oleh Panel Ahli.
(2) Mahkamah Agung, DPR, dan/atau Presiden mengajukan calon hakim konstitusi kepada Panel Ahli masing-masing paling banyak 3 (tiga) kali dari jumlah hakim konstitusi yang dibutuhkan untuk dilakukan uji kelayakan dan kepatutan.
(3) Panel Ahli menyampaikan calon hakim konstitusi yang dinyatakan lolos uji kelayakan dan kepatutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan jumlah hakim konstitusi yang dibutuhkan ditambah 1 (satu) orang kepada Mahkamah Agung, DPR, dan/atau Presiden.
(4) Dalam hal calon hakim konstitusi yang dinyatakan lolos uji kelayakan dan kepatutan kurang dari jumlah hakim konstitusi yang dibutuhkan, Mahkamah Agung, DPR, dan/atau Presiden mengajukan kembali calon hakim konstitusi lainnya paling banyak 3 (tiga) kali dari jumlah hakim konstitusi yang masih dibutuhkan.
(5) Dalam hal calon hakim konstitusi yang dinyatakan lolos uji kelayakan dan kepatutan sama dengan jumlah hakim konstitusi yang dibutuhkan, Mahkamah Agung, DPR, dan/atau Presiden dapat langsung mengajukannya kepada Presiden untuk ditetapkan, atau mengajukan tambahan paling banyak 3 (tiga) calon hakim konstitusi lainnya untuk diuji kelayakan dan kepatutan oleh Panel Ahli.
(6) Mahkamah Agung, DPR, dan/atau Presiden memilih hakim konstitusi sesuai jumlah yang dibutuhkan dari nama yang dinyatakan lolos uji kelayakan dan kepatutan oleh Panel Ahli, dan mengajukannya kepada Presiden untuk ditetapkan.
Pasal 18B