Inilah Pasangan Ideal Capres-Cawapres Versi Pemuda Surakarta
jpnn.com, SURAKARTA - Sekelompok anak muda di Kota Surakarta bersepakat mencari figur pemimpin pada Pilpres 2019 mendatang. Mereka mengusulkan figur pemimpin yang mampu membangun Indonesia yang toleran berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 serta mampu mewujudkan Islam sebagai Rahmatan Lil Al-Amin.
“Kami sudah temukan jawabannya yakni memasangkan Presiden Jokowi sebagai Calon Presiden 2019 dengan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar (Cak Imin) sebagai Cawapres 2019. Ini merupakan pasangan yang tepat, ideal dan menjadi kebutuhan masyarakat,” terang Koordinator KoCak (Jokowi-Cak Imin) Prijo dalam keterangan persnya, Minggu (26/11).
Menurut Prijo, Jokowi-Cak Imin merupakan representasi dari kekuatan nasionalis dan Islam Nusantara. Jokowi mewakili Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan) dan Cak Imin mewakili Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) serta Nahdlatul Ulama (NU).
“Dua arus besar tersebut saat ini menjadi mainstream dalam peta politik nasional. Demikian sikap politik kami, segenap pemuda dan pemudi Kota Surakarta yang tergabung dalam Relawan KoCak (Jokowi - Cak Imin) Kota Surakarta. Sekaligus kami mengajak kepada seluruh komponen masyarakat untuk bergabung dalam Relawan KoCak untuk mensukseskan Jokowi - Cak Imin Sebagai Presiden dan Wakil Presiden 2019-2024,” ucapnya.
Menurut Prijo, duet pasangan ini akan mampu mengatasi “perang” kebencian yang menjurus pada fitnah dan produksi berita hoaks. Hal ini tentu sangat memprihatinkan kalangan muda khususnya sebagai generasi penerus bangsa.
“Karena banyak kalangan muda yang terpengaruh berita-berita yang tidak benar (hoax). Misalnya Presiden Jokowi adalah keturunan PKI, Pemerintahan Presiden Jokowi tidak berpihak kepada umat Islam, dan issue-issue kelompok minoritas dalam hal ini adalah etnis cina. itu semua menghancurkan demokrasi,” katanya.
Prijo menambahkan, demokrasil yang sudah berhasil dibuka sejak reformasi 98 telah jauh mengalami kemunduran dalam penerapannya di lapangan. Kebebasan berpendapat tidak dilakukan secara ilmiah dan beradab berdasarkan data atau fakta yang ada. Akan tetapi justru dilakukan dengan memanipulasi data menjadi sumber berita hoax / palsu yang menjurus kefitnah.
“Dampak dari situasi nasional tersebut, selain banyak generasi muda yang terpengaruh, adalah munculnya kembali sikap apatis terhadap politik dikalangan generasi muda maupun masyarakat umum. Melihat politik sebagai sesuatu yang “kotor” dan tidak baik. Kondisi ini tentu saja sangat memprihatinkan dan berbahaya bagi kelangsungan NKR,” tuturnya.