Intelektual Stempel
Oleh: Dhimam Abror DjuraidPublik masih ingat bagaimana Mahfud--ketika masih menjadi intelektual merdeka--begitu gigih mempertahankan eksistensi KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) sebagai garda terdepan pemberantasan korupsi di Indonesia.
Akan tetapi, justru pada saat Mahfud menjadi menko polhukam lahir revisi undang-undang KPK yang banyak disebut sebagai pelemahan terhadap lembaga anti-rasuah itu.
Undang-undang ini dikritik secara luas dan memantik unjuk rasa besar dari berbagai kalangan.
Pemerintah tutup mata dan telinga, dan revisi undang-undang tetap disahkan. Hal yang sama terjadi pada pengesahan Undang-Undang Cipta Tenaga Kerja yang mendapat kritik luas dari berbagai elemen masyarakat.
Kasus Undang-Undang KUHP juga sama saja, pemerintah memilih adu otot melawan suara rakyat ketimbang mendengar dan menampung aspirasi rakyat.
Pemerintah boleh menepuk dada karena menang dalam beberapa kali pertarungan show down melawan tuntutan rakyat.
Sebagai intelektual yang memahami ilmu politik, Mahfud tentu paham bahwa demokrasi bisa berjalan baik kalau ada mekanisme check and balances, kontrol dan keseimbangan.
Kontrol terhadap kekuasaan dilakukan oleh civil society atau masyarakat madani, dan keseimbangan kekuasaan dilakukan melalui kekuatan legislatif yang diwakili oleh DPR (Dewan Perwakilan Rakyat), dan lembaga-lembaga peradilan.