Internet Dinilai Memperbesar Ancaman Terorisme
Sebenarnya, lanjut pakar derakalisasi ini, dari dulu baik zaman Al Qaeda, Jamaah Islamiyah, dan sebagainya, bentuk faham transnasional tidak jauh beda.
Mereka hanya berganti kulit, sementara ideologinya sama. Mereka juga sama bertujuan membuat negara Islam atau khilafah islamiyah, jihad, amaliyah, perekrutan, dan menggalang dana.
Namun, kata Hamdi, ancaman terorisme makin besar dengan adanya internet (dunia maya). Saat ini, dunia maya telah menjadi tempat perekrutan, bertemu, dan penyebaran ajaran.
Karena itu, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) wajib memberikan perhatian khusus ke dunia maya.
Bentuknya, BNPT harus mengembangkan deteksi dini dan respons cepat. Selain itu, BNPT harus punya pusat data yang terintegrasi, baik itu untuk proses pemantauan, analisa, dan mengamati gerakan kelompok teroris.
“Faktanya jelas aksi-aksi terorisme yang terjadi di Indonesia akhir-akhir pelakunya teradikalisasi lewat dunia maya. Seperti ‘pengantin’ wanita kasus bom Panci di Bekasi, Dian Yulia. Ia belajar lewat Facebook dan medsos saat jadi TKW di Hong Kong dan Singapura, yang kemudian berhubungan dengan jaringan Bahrunnaim. Ia terus teradikalisasi lewat chatting melalui telegram, bahkan menikah pun dilakukan melalui dunia maya. Fakta inilah yang menjadikan dunia maya harus mendapat perhatian khusus,” ungkap Hamdi.
Dia smenegaskan, dengan adanya sistem deteksi dini dan respon cepat yang terintegrasi di BNPT, maka pengambil kebijakan akan cepat tanggap mengeluarkan keputusan.
Intinya, urusan terorisme harus direspons cepat. Namun, dia menyadari, tugas BNPT ke depan akan sangat berat.