Iran Bergolak, Demonstran Minta Ayatollah Mati Saja
jpnn.com, TEHRAN - Dalam negeri Iran kembali bergolak. Sejak Kamis (28/12), massa turun ke jalan. Mereka berupaya membikin pemerintah goyang.
Kebebasan berpendapat di Iran sejatinya ”langka”. Tapi, begitu saluran mampet itu diterjang, negara tersebut langsung bergolak. Pemerintah Iran tidak bergeming. Mereka menebar ancaman dan memperketat penggunaan media sosial. Tapi, cara-cara itu gagal.
Hingga kemarin, Minggu (31/12), aksi massa kian besar. Tiga nyawa melayang. ”Mereka yang merusak properti umum, melanggar hukum, dan memicu kerusuhan harus bertanggung jawab dan membayar mahal tindakannya,” ancam Menteri Dalam Negeri Abdolreza Rahmani Fazli.
Dilansir Reuters, di beberapa area massa berbuat anarkistis. Mereka membakar mobil, spanduk-spanduk, serta menyerang bank dan gedung pemerintah. Di Arak, massa membakar kantor pusat militan Basij Resistance Force yang pro pemerintah.
Massa tandingan yang pro pemerintah juga ikut turun ke jalan, tapi jumlahnya kalah banyak. Korps Garda Revolusi Islam Iran (IRGC) pun mengancam akan bertindak jika massa melampaui batas. Dan IRGC dikenal lantaran kerap bertindak brutal.
Sejak Sabtu (30/12), Kementerian Informasi dan Teknologi Komunikasi Iran juga sudah bergerak. Mereka minta Telegram menutup akun-akun yang digunakan untuk membakar semangat rakyat.
Di Iran, pemerintah mengontrol media secara ketat. Berita-berita terkait aksi tersebut jelas dibatasi. Massa akhirnya menggunakan Telegram dan beberapa media sosial lainnya untuk saling memberikan informasi.
Center for Human Rights melaporkan bahwa pemerintah telah membatasi akses server internet di luar Iran. Hal itu membuat penduduk Iran tidak bisa mengirimkan gambar maupun video ke luar negeri. Media-media asing juga tidak bisa masuk untuk mengonfirmasi kebenaran aksi tersebut.
Aksi massa tersebut merupakan yang terbesar sejak tuntutan revolusi Green Movement pada 2009. Pada tahun itu, aksi berfokus di Teheran. Tapi, kali ini aksi tersebar di berbagai kota.