Jajak Pendapat: 61,45% Tidak Setuju Kaltim jadi Ibu Kota Negara
Terkait pemindahan ibu kota, anggota DPR RI Daerah Pemilihan (Dapil) Kaltim KH Aus Hidayat Nur menyebut, situasi ini hanya wacana yang disorong Presiden Joko Widodo (Jokowi). Pembahasannya belum sampai ke tingkat parlemen.
“Insyaallah jika syarat-syarat pemindahan ibu kota terpenuhi akan menjadi prioritas pembahasan di komisi kami,” kata anggota Komisi II DPR RI itu.
Dia menegaskan, pusat sebaiknya lebih fokus dalam pemekaran daerah khususnya di Kaltim. Karena itulah tuntutan rakyat Kaltim yang selama ini disorong ke pemerintah.
Seperti Kutai Pesisir. Catatan Aus, selama periode pemerintahan Jokowi, belum pernah ada kabupaten/kota hingga provinsi baru yang diresmikan. “Sementara untuk pemindahan ibu kota perlu anggaran yang besar,” katanya.
Kekhawatirannya, pemerintah akan mengambil kebijakan utang untuk merealisasikan ibu kota. Hal ini tentu ditentangnya. Karena akan semakin membebankan keuangan negara. Namun, jika memang pemerintah memiliki anggaran sendiri, maka hal tersebut bisa dilakukan. “Kalau memang ada dananya, saya memang berharap di Kaltim. Tapi sepertinya pemerintah tak mampu,” katanya.
Sementara itu, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kaltim Zairin Zain yang dihubungi Kaltim Post, menyebut masih menunggu hasil kajian yang dilakukan tim pemindahan ibu kota. Dirinya belum menerima hasil kajian yang bersifat rahasia itu.
Termasuk posisi Kaltim dibandingkan Kalteng yang juga dikunjungi Jokowi selepas bertandang ke Kaltim pada 7 Mei lalu. “Belum ada. Sejauh ini masih seperti saat Pak Jokowi datang ke tol (Tol Balikpapan-Samarinda),” kata Zairin.
Soal lokasi, Bappeda Kaltim tetap berpegang pada kawasan di luar Tahura Bukit Soeharto. Namun, bila dalam perkembangannya ada syarat tak boleh ada pembebasan tanah milik masyarakat, maka kemungkinan penggunaan lahan Bukit Soeharto sebagai ibu kota negara tak bisa dihindari.