Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Jaksa Agung Dicap Tak Punya Prestasi Menonjol

Senin, 21 November 2016 – 06:55 WIB
Jaksa Agung Dicap Tak Punya Prestasi Menonjol - JPNN.COM
Jaksa Agung M. Prasetyo. Foto: dok/JPNN.com

Dia menambahkan, jaksa agung harus tegas kepada bawahan yang melakukan pelanggaran. Baik pelanggaran disiplin maupun pidana. Jika ada jaksa yang melakukan korupsi dan pidana lain, jaksa agung harus tegas dalam memberikan sanksi. 

Selama ini ada beberapa jaksa yang terbelit kasus korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kejaksaan bisa bekerja sama dengan KPK untuk mengusut dan mendukung penanganan perkara tersebut.

Dengan adanya masukan dan kritik dari ICW dan lembaga lain, kejaksaan harus berbenah diri. Kritik dari eksternal itu menjadi bahan perbaikan agar kejaksaan lebih baik. Kritik tersebut didasari pada fakta yang ada. ''Kenyataannya seperti itu, ya harus diterima,'' papar Halius.

Sementara itu, MaPPI FHUI menyoroti buruknya pengelolaan anggaran perkara. Peneliti MaPPI FHUI Aulia Ali Reza mengatakan, jaksa agung tidak serius dalam menangani masalah pengelolaan anggaran di instansinya. Misalnya, menyangkut target anggaran penanganan perkara. Pada 2016 anggaran yang disiapkan hanya untuk penanganan 81.869 perkara. Padahal, pada tahun sebelumnya, anggaran yang dialokasikan untuk 120 ribu perkara.

Selain alokasi total anggaran perkara, masalah lain muncul dari satuan anggaran perkara. Saat ini kejaksaan hanya mengalokasikan anggaran Rp 3 juta hingga Rp 6 juta per perkara. ''Anggaran tersebut disamaratakan untuk seluruh wilayah kejaksaan negeri (kejari) tanpa ada pembedaan jenis perkara,'' jelas Ali.

Persoalan anggaran tersebut berdampak pada kinerja kejaksaan. Pertama, terkait kualitas penegakan hukum. Misalnya, jaksa akan menekan biaya yang diperlukan dalam proses pra penuntutan dan persidangan. Menurut Ali, jika hal itu terjadi, kualitas penanganan perkara tentu tidak bisa maksimal. ''Kedua, keterbatasan anggaran akan membuka potensi praktik korupsi,'' ujarnya. Pernyataan Ali itu setidaknya terbukti dari banyaknya oknum jaksa yang bermain dalam penanganan perkara. 

Di luar perencanaan anggaran, MaPPI FHUI bekerja sama dengan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta juga menemukan 200.000 berkas perkara yang statusnya tidak jelas. Temuan tersebut muncul setelah mereka mencocokkan antara jumlah berkas perkara pidana umum yang dikirimkan kepolisian dan berkas pidana umum yang diterima kejaksaan. 

''Jadi, koordinasi antara kepolisian dan kejaksaan dalam penanganan perkara juga tidak baik,'' kata Ali. Hal tersebut tentu tidak dapat dibiarkan karena penundaan proses hukum bisa berlarut. Hal itu juga berdampak pada pelanggaran hak kepastian hukum, baik dari korban maupun tersangka.

JAKARTA - Rapor merah dua tahun kinerja Jaksa Agung M. Prasetyo terus disuarakan berbagai pihak.  Setelah ICW dan Masyarakat Pemantau Peradilan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

X Close