Jaksa Agung Diminta Tinjau Kasus Pemanfaatan Lahan Pemprov NTT
"Klien kami jelas-jelas sudah dirugikan karena mengeluarkan uang puluhan miliar Rupiah atas investasi BOT/ BGS yang ternyata tidak pasti, lalu justru dihadapkan pada proses rekayasa kasus dugaan tindak pidana korupsi yang seakan rumit, yang dapat mengkriminalisasi klien kami," ujar Khresna.
Khresna menilai bila hal ini dibiarkan maka benar dan nyata risiko yang dihadapi investor mengerjaan proyek tanpa APBN atau APBD di Indonesia bukanlah keuntungan, melainkan jeruji besi.
Menurut Khresna, jika penzaliman ini terwujud dan tersebar ke masyarakat luas dan internasional, hancurlah kepastian hukum dan kepastian berusaha di Indonesia.
"Sudahlah risiko tinggi, ke luar uang banyak, dihantui pidana penjara pula. Sungguh ironis dan menyedihkan," ucap Khresna.
Sebelumnya diketahui, tim penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejati NTT menetapkan dua tersangka kasus dugaan korupsi dalam pemanfaatan aset Pemprov NTT berupa tanah seluas 31.670 m2 yang terletak di Pantai Pede, Desa Gorontalo, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, yang di atasnya telah dibangun Hotel Plago.
Kedua tersangka yakni Thelma D.S. Bana selaku Kabid Pemanfaatan Aset (Pengguna Barang) dan Heri Pranyoto. Seusai menjalani pemeriksaan sebagai tersangka, Thelma dan Heri langsung ditahan penyidik pada Senin (31/7).
Pidsus Kejati NTT menyebut dugaan korupsi ini diduga merugikan negara senilai Rp 8.522.752.021. Berdasarkan temuan tim auditor BPK pada 2021, klaim Pidsus Kejati NTT, nilai kontribusi kerja sama antara Pemprov NTT dengan PT SIM sangat rendah, sehingga disarankan untuk melakukan revisi terhadap perjanjian tersebut, tetapi tidak ada tanggapan dari PT SIM.
Adapun nilai kontribusi kerja sama itu sebesar Rp 255 juta setiap tahun. Meski HGB dan IMB masih atas nama PT SIM, Pemprov NTT akhirnya melakukan pemutusan hubungan kerja.