Jangan Memengaruhi Konstituen dengan Politik Uang
jpnn.com, LABUAN BAJO - Tokoh muda Manggarai Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang juga politikus Partai Demokrat, Iwan Setiawan Arifin Manasa, menantang kolega dan pesaingnya sesama politikus untuk bertarung jujur dan elegan dalam pemilu serentak 2019.
“Jangan mencoba-coba memengaruhi konstituen untuk memilih pemimpin dan wakil rakyat dengan iming-iming apa pun yang mengarah ke politik uang,” ujar Iwan Manasa dalam keterangan persnya dari Labuan Bajo, Manggarai Barat, NTT, Senin (16/4).
BACA JUGA: Emak - emak Diharapkan Tahan Diri, Berani Tolak Politik Uang
Iwan menegaskan hal itu menyusul video yang viral terkait pernyataan mantan komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto mengenai dugaan politik uang dalam Pemilu 2019 yang cukup masif. Dugaan masifnya politik uang tidak hanya terkait dengan penggerebekan oleh KPK terhadap 400 ribu amplop yang diduga untuk melakukan ”serangan fajar” di Jawa Tengah. Namun, ada modus lainnya antara lain dengan membagi-bagikan polis asuransi kepada masyarakat. Politik uang juga diyakini akan berlangsung di sejumlah wilayah di Tanah Air. Tidak hanya di Jawa, tetapi juga di luar Jawa, termasuk di Nusa Tenggara Timur (NTT).
“Politik uang yang berlangsung masif, sistematis dan terstruktur itu semakin menegaskan fenomena yang disebut 'State Capture Corruption'. Fenomena di mana korupsi telah menyandera negara,” kata Iwan, mengutip pernyataan Bambang Widjojanto.
Iwan Manasa menambahkan sebagai salah satu caleg DPR RI dari Dapil 1 NTT, ia merasa wajib melakukan kegiatan ”blusukan”. Turun langsung, bertemu dengan masyarakat untuk menyerap aspirasi mereka.
Selama tiga bulan terakhir, ia telah melakukan perjalanan setidaknya di 100 titik, yang ditempuh melalui jalur darat dan laut. Banyak medan berat yang mesti ia lalui sekadar untuk bersilaturahmi dengan masyarakat di pedalaman maupun di kepulauan.
Yang menjadi masalah, lanjut Iwan, belakangan ia sering mendapat laporan, banyak caleg yang hampir tidak pernah turun langsung ke lapangan. Mereka praktis hanya menugaskan tim suksesnya untuk menemui konstituen, lalu melakukan praktik jual beli suara (vote buying) menjelang hari pencoblosan.