Jangan Sampai Kasus Gafatar Terulang, Segera Benahi Data Keagamaan
jpnn.com - JAKARTA - Komisi Informasi Pusat (KIP) meminta pemerintah segera memperbaiki buruknya sistem informasi dan data tentang keagamaan.
Hal ini disampaikan Ketua KIP Abdulhamid Dipopramono, belajar dari kasus Gafatar. Ketika kasus ini meletup, para pemangku kepentingan kebingungan dan kurang sinkron dalam menanganinya. Inisiatif membongkar gerakan tersebut justru muncul dari masyarakat dan media.
"Jika sistem informasi dan data sudah terbangun baik, mestinya kasus banyaknya orang hilang dan pembakaran permukiman warga Gafatar di Kalimantar Barat tidak akan terjadi," kata Abdulhamid di Jakarta, Jumat (5/2).
Selain itu, pemerintah juga tidak akan kebingunan dalam menangani pemulangan warga eks Gafatar pasca-pengusiran mereka dari Kalimantan Barat. Bahkan jika sistem informasi dan data terkelola baik, kejadian-kejadian tersebut bisa dicegah sebelumnya.
Dalam posisi ini, katanya, pemerintah lewat Kementerian Agama, Kementerian Dalam Negeri dan BIN, Pemda, Majelis Ulama Indonesia, ormas seperti NU dan Muhammadiyah, seharusnya memilki informasi dan data tentang gerakan Gafatar secara baik karena Kemendagri tahun 2012 sudah melarangnya.
"Dalam kasus Gafatar, para pemangku kepentingan tersebut telah kecolongan," tegasnya.
Seharusnya, semenjak organisasi tersebut dilarang tahun 2012, baik Kemendagri, Kemenag, dan BIN sudah memiliki data tentang arah aliran keyakinan mereka, data mantan pengurus dan anggotanya.
Demikian pula bagi Pemda, mereka mestinya memiliki data kependudukan di wilayahnya. "Dalam kasus di Kalbar, kenapa Pemprov tidak mengetahui ada permukiman baru yang sudah berbulan-bulan di wilayahnya? Sampai kemudian terjadi anarki berupa pembakaran," tambah Hamid.