Jangan Sampai Terjadi Abuse of Power dalam Kasus Jiwasraya dan Asabri
jpnn.com, JAKARTA - Aksi lelang aset kasus Asabri-Jiwasraya yang dilakukan Kejaksaan Agung kembali dikritisi sejumlah pengamat. Salah satunya dari peneliti dari Lokataru Foundation, Nurkholis Hidayat.
Menurut Nurkholis, kegagalan kejaksaan dalam melakukan verifikasi atas aset yang disita atau dirampas akan memberikan dampak sistemik kepada para investor pasar modal dan konsumen bisnis asuransi.
"Di sisi lain, praktik penyitaan dan perampasan aset dalam kasus Jiwasraya yang dipenuhi oleh gugatan dari pihak ketiga juga telah membuka fakta adanya celah hukum berkaitan dengan dampak dan konsistensi putusan, serta hukum acara, yang keseluruhannya memberi jalan pada semakin pentingnya penyelesaian RUU Perampasan Aset," ujar Nurkholis, Selasa (15/6).
Selain itu, fakta persidangan yang selama ini terungkap justru berkebalikan dengan dakwaan JPU.
Bahkan berdasarkan keterangan saksi utama yang dihadirkan oleh JPU dalam kasus ini yaitu Heru Hidayat dan Joko Hartono Tirto, mereka memberikan kesaksian tidak mengenal, tidak pernah berkomunikasi maupun bertemu dengan antar terdakwa, apalagi membuat kesepakatan untuk tidak memberi sanksi pada produk MI.
Nurkholis pun memberikan yurisprudensi kasus pasar modal serupa, yakni pada putusan kasasi Karen Agustiawan.
Mahkamah Agung (MA) menyatakan kerugian karena penurunan nilai saham, bukanlah kerugian nyata.
"MA memandang kerugian ini bersifat temporer, yang dipengaruhi oleh fluktuatifnya nilai saham. Karena itu, kerugian ini dianggap sebagai kerugian yang tidak riil. Jika setiap penurunan saham-saham perusahaan yang dibeli oleh perusahaan BUMN berkonsekuensi pada lahirnya perbuatan pidana, tentu para manager investasi akan berpikir seribu kali untuk bersedia mengelola investasi perusahaan BUMN di pasar modal Indonesia," terangnya.