Jazilul Fawaid: Sosialisasi 4 Pilar Harus Sesuai Perkembangan Zaman
Pria yang pernah menjadi politikus PDIP itu menambahkan, kini semua harus berjuang untuk mengisi kemerdekaan sehingga bangsa ini bisa lebih maju. “Kita bisa maju bila dilandasi dengan kebersamaan”, ujarnya.
Sebagai pria berdarah Dayak, Teras Narang mengandaikan Indonesia seperti ‘Huma Bentang’. Rumah tradisional suku Dayak di mana dihuni oleh puluhan kepala keluarga di mana mereka memiliki beragam latar belakang. “Namun mereka bisa hidup rukun, damai, dan saling menghormati satu dengan yang lain”, ungkapnya. “Mereka menghargai perbedaan”, tambahnya.
Dalam kesempatan yang sama, anggota MPR dari Fraksi PKS, Mulyanto, mengatakan semua harus menegaskan budaya Pancasila merupakan nilai-nilai luhur bangsa yang tetap relevan. “Jangan dikatakan tidak cocok atau di luar konteks”, ucapnya. Diakui pada masa Orde Baru penanaman Pancasila di masyarakat dilakukan secara homogen dan militeristik sehingga dalam era reformasi ada penolakan. Kekosongan penanaman Pancasila di era reformasi bertambah mengkhawatirkan ketika budaya global menggerus budaya gotong royong masyarakat.
Dia mengakui upaya untuk menjaga kehidupan berbangsa dan bernegara di tengah masyarakat semakin baik sehingga bangsa ini menuju titik seimbang. “Hal demikian tercipta dengan tetap mendasarkan pada Pancasila”, ucapnya. Kehidupan yang semakin baik itu dicontohkan oleh Mulyanto dengan cara pemilihan pimpinan MPR lewat musyawarah dan mufakat. “Ini merupakan teladan yang baik dari para pemimpin”, ungkapnya. Bila pemimpin demikian maka rakyat akan mengikuti contoh yang baik. Mulyanto berharap bangsa ini meski berbeda-beda namun tetap satu rumah, bersatu. “Pancasila tetap relevan”, tegasnya.
Sementara Wakil Ketua MPR, Jazilul Fawaid yang juga menjadi pembicara dalam diskusi itu mengungkapkan, menemukan lima sila dalam Pancasila tidak mudah. “Sehingga Pancasila selalu relevan,” ujarnya.
Goyangan atau ancaman terhadap Pancasila menurut pria asal Bawean, Kabupaten Gresik, Jawa Timur, bukan kali ini saja, tetapi sudah ada sejak Pancasila dilahirkan. “Tetapi Pancasila selalu menang,” tuturnya.
Diakui budaya yang hidup di tengah masyarakat selalu berubah. Perubahan budaya salah satu faktornya adalah dampak teknologi informasi. “Sekarang semua bisa dilakukan lewat aplikasi,” paparnya.
Teknologi yang sarat aplikasi ini menjadi budaya anak-anak muda. Nah, hadirnya teknologi yang semakin mudah dan canggih di satu sisi menguntungkan, tetapi di sisi yang lain sangat mengkhawatirkan. Menurut Jazilul, kelompok anti-Pancasila menggunakan teknologi untuk menyebarkan paham yang bertentangan. “Mari kita gunakan teknologi untuk mensosialisasikan Pancasila,” harapnya.