Jelang Debat Pilkada, Eri Cahyadi Minta Restu Guru dan Sahabat
"Sosok guru itu adalah orang tua yang tidak mungkin tergantikan oleh siapa pun. Karena saya bisa berdiri disini, saya bisa menjabat di pemerintah kota itu semuanya karena guru saya. Tadi saya minta doanya, saya minta ridanya. Karena saya yakin orang tua saya selain di rumah, ada di sekolah," kata Eri.
Dia mengungkapkan, dirinya sempat mengusap air mata saat didoakan mantan gurunya lantaran teringat peran orang tua dan gurunya dalam kehidupannya hingga saat ini.
"Sekarang beliau hadir mendoakan saya, memberikan dorongan dan itu membuat saya mengatakan kasih guru itu, kasih guru sangat tulus dan tiada batas, guru ini pahlawan tanpa tanda jasa," lanjut Eri.
"Saya menjadi seperti ini dan siapa pun yang berhasil tidak lepas dari tangan orang tuanya dan tangan seorang guru. Tadi menitikkan air mata, saya betul-betul meminta doanya dan minta maaf kalau saya ini salah. Karena bagaimanapun doanya beliau-beliau itu mustajab di dunia ini," imbuhnya.
Eri pun mengaku sempat mendapatkan pesan dari pensiunan guru semasa sekolah dulu, jika dirinya tetap menjadi sosok yang tetap rendah hati dan tetap santun.
"Beliau mengatakan Mas Eri harus tetap menjadi yang dulu dan sekarang. Beliau mengatakan Mas Eri adalah rendah hati. Saya pun demikian, saya berharap kepada bapak ibu guru untuk menganggap saya seperti putranya, bukan pejabat. Sehingga, sampai kapan pun, bahkan ketika nanti saya diijabah sebagai wali kota, saya minta dipanggil sebagai Eri atau Nak saja," tandas Eri.
Suasana temu guru dan teman semasa sekolah tiga jenjang itu makin menghangat. Mereka terlihat saling mengingat ingat waktu-waktu semasa sekolah. Tegur sapa dan canda gurau pun terjadi dalam momen itu.
Supriyoko salah satu pensiunan Guru SMPN 21 yang pernah menjadi wali kelas Eri Cahyadi mengaku ingat betul anak didiknya itu semasa sekolah memiliki solidaritas tinggi sesama temannya.