JK Bisa Jadi Penyejuk di Partai Golkar
Sementara EO-TKG berpegang kepada bunyi Anggaran Dasar Partai Golkar, Pasal (30), ayat (2), butir (a), yang menyatakan bahwa, “Munas adalah pemegang kekuasaan tertinggi Partai yang dilaksanakan 5 tahun sekali”.
Padahal, sejumlah pakar hukum menegaskan, Rekomendasi (Munas) itu kan kedudukan hukumnya di bawah konstitusi (AD).
Apakah sikap Ical itu bentuk pemaksaan kehendak supaya kepemimpinanya tidak diusik?
Ical memang menggunakan berbagai macam dalih. Itu dalih saja untuk memperpanjang kekuasaannya. Boleh jadi, sikap keras Ical yang cenderung “kalap” itu, karena dia didera oleh kepanikan, frustasi, karena tidak mencapai kedudukan sebagai Capres dan Cawapres di Pilpres lalu.
Kemudian ditambah lagi dengan langkah Golkar yang memilih berkoalisi dengan kubu Merah Putih, Prabowo – Hatta, yang juga kalah dalam Pilpres. Padahal. Jika Ical sedikit mau sabaran, seyogyanya Golkar berkoalisi dengan partai pemerintah (PDIP) di mana Golkar seharusnya bisa menempatkan menteri-menterinya.
Kalau Ical selalu mengatakan, yang menyuarakan Munas (sesuai AD/ART) tidak punya hak suara, itupun hanya dalih yang dicari-cari. Sebab bicara soal hak suara di Munas , Aburizal sendiripun selaku Ketua Umum DPP juga tidak punya hak suara, sama seperti saya, karena pemilik suara adalah DPP dan DPD secara kolektif. Bukan oarng perorang.
Pak Jusuf Kalla (JK) juga mendorong agar Munas dilaksanakan 2014, apa EO-TKG merasa dapat dukungan?
Sikap kita sejalan dengan pemikiran Pak JK. Pak JK blak–blakan menegaskan Munas IX Golkar harus sesuai AD yaitu 5-8 Oktober 2014. Pernyataan Pak JK tidak boleh dipandang remeh. Kita berharap dengan adanya pernyaataan JK yang gamblang, pentolan DPD I (pendukung Munas IX Golkar 2015) bisa diharapkan mencair.