JK: Parpol Plinplan Tak Dipilih
Ikut di Pemerintahan, tapi Oposisi di ParlemenSenin, 30 Juni 2008 – 11:06 WIB
Berbicara di depan peserta Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) I Badan Pengendali Pemenangan Pemilu (Bappilu) Pusat Partai Golkar Minggu (29/6), JK mengatakan bahwa akhir-akhir ini, semakin banyak partai politik yang plinplan. Maksudnya, partai politik yang masih berkoalisi mendukung pemerintah, tapi di parlemen menjadi oposisi. ’’Masyarakat tidak akan memilih partai seperti itu,’’ tegasnya.
Kengototan Partai Golkar mempertahankan target perolehan suara 30 persen pada Pemilu 2009, tambah JK, didasarkan atas semakin teraturnya sistem di internal partai. Mantan Menko Kesra itu menjelaskan, pada titik terendah anjloknya kepercayaan masyarakat pada partai beringin pada Pemilu 1999, perolehan suara masih mencapai 20 persen. Kemudian, pada 2004 perolehan suara meningkat 0,8 persen menjadi sekitar 21 persen sekaligus merebut kembali posisi puncak menjadi partai terbesar di Indonesia. ’’Setiap langkah harus ada kemajuan. Target 30 persen pasti dapat kita raih,’’ tandasnya.
Untuk mencapai target tersebut, JK mengingatkan kepada seluruh awak Bappilu Partai Golkar di seluruh Indonesia agar mampu menyusun strategi pemenangan yang inovatif. Dia meminta adanya perubahan model kampanye, disesuaikan dengan kondisi daerah. Salah satunya memperluas jaringan pemilih kepada swing voters (calon pemilih yang belum menentukan pilihan).
Selain itu, JK mengingatkan agar partainya menyiapkan kader-kader yang pandai berdebat dan mampu mengekspresikan pendapat di depan publik. Menurut dia, salah satu kampanye paling efektif adalah melalui diskusi dan debat di media massa. ’’Kekalahan Megawati dalam Pilpres 2004, salah satunya, karena beliau tidak mau berdebat di media massa,’’ ingatnya.
JK menyebut ada kesalahpahaman di antara juru kampanye Partai Golkar. ’’Yang dikampanyei adalah orang yang sudah yakin dengan Golkar. Tugas Bappilu adalah meyakinkan yang belum memilih Golkar. Menjadikan warna lain menjadi kuning,’’ paparnya.
Dalam kesempatan itu, JK juga mengakui lunturnya militansi kadernya. Namun, dia menyatakan lebih senang memimpin partai teratur dengan militansi kader rendah daripada partai yang mempunyai kader militan, tapi tidak teratur. ’’Kalau semua militan, pasti terjadi banyak friksi di internal partai. Tapi, kalau partai sudah teratur, tinggal kita tingkatkan militansi kadernya,’’ jelasnya.