Jokowi dan Orang Hutan
Oleh: Dhimam Abror DjuraidPemerintah Jokowi masih akan membangun 13,8 giga bahan bakar listrik dari bahan bakar batu bara. Padahal, dalam pidatonya Jokowi menyebut akan beralih ke energi baru terbarukan.
Kerusakan lingkungan akibat tambang batu bara menjadi problem serius di Kalimantan. Kolusi antara penguasa politik lokal dengan pengusaha batu bara memunculkan oligarki yang memonopoli bisnis pertambangan batu bara.
Permainan oligarki dan monopoli ini melibatkan elite-elite politik Jakarta dan beberapa menteri yang sekarang berada di pemerintahan Jokowi. Kasus korupsi yang menjerat mantan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari mengungkapkan bagaimana kolusi jahat antara penguasa lokal dengan elite politik nasional mengakibatkan kerusakan lingkungan yang serius.
Greenpeace Indonesia dengan gamblang mengungkapkan data-data itu dalam laporan berjudul ‘’Coalruption’’ yang dipublikasikan pada 2018. Beberapa nama elite politik seperti Aburizal Bakrie dan Luhut Binsar Panjaitan disebut dalam laporan itu.
Batu bara memang menjadi komoditas ekspor yang penting dan menjadi sumber pemasukan pembangunan yang sangat diandalkan. Namun, kerusakan lingkungan yang tidak diantisipasi sejak awal akan merusak hasil-hasil pembangunan itu.
Pembangunan fisik dan preservasi lingkungan bukan ‘’trade-off’ atau jual beli satu arah. Satu untung satu buntung. Keduanya harus berjalan seiring kalau mau mencapai sustainable development, pembangunan yang berkelanjutan.
Menteri Siti Nurbaya Bakar beda pendapat. Dia menyatakan pembangunan besar-besaran di era Jokowi tidak boleh berhenti atas nama emisi karbon ataupun deforestasi.
Target nol karbon pada 2030 (Net Carbon Sink 2030) tak bisa diartikan sebagai nol deforestasi.