Jokowi Hanya Bikin Anggaran Membengkak, Macet dan Berisik
Kemudian, rapat di Bogor mengharuskan setiap menteri mendapatkan uang harian perjalanan dinas dan uang representasi. Para menteri akan mendapat uang harian perjalanan dinas dan uang representasi untuk 34 menteri sebanyak Rp. 23.120.000 untuk sekali rapat.
Jadi simulasi di atas, kata dia, secara total anggaran 34 menteri untuk pulang pergi Jakarta - Bogor, dan uang harian perjalanan dinas serta uang representasi akan menghabiskan dana sebesar Rp.30.300.800.
Kemudian, sambungnya, jika dalam satu bulan, ada 4 kali rapat antara menteri dengan Presiden Jokowi maka pemerintah melakukan pemborosan anggaran sebesar Rp.121.203.200. Padahal, kata dia, bila dilaksanakan rapat di Jakarta, presiden Jokowi bisa menghemat anggaran sebesar Rp.121 juta perbulan.
Selain pemborosan anggaran, rapat kerja di Bogor, kata dia, hanya membuat kabinet tidak efektif bekerja, dan gerak birokrasi juga lambat atau eksekusi kebijakan akan lama.
"Misalnya, menteri harus rapat di Bogor. Lalu menteri tersebut, setelah pulang dari Bogor, harus juga mengadakan rapat lagi di kementeriannya dengan eselon satu. Artinya, jarak Bogor - Jakarta begitu panjang, Hal ini menjadi sangat lambat, dan waktu hanya habis dijalan, dan hal ini tidak sesuai dengan motto Jokowi kerja, kerja, kerja, kerja," tegas Uchok.
Atas berbagai masalah yang ditiumbulkan itu, CBA meminta kepada Presiden Jokowi untuk segera pindah dari Istana Bogor ke Istana Kepresidenan Jakarta. Pemindahan itu, kata dia, juga menimbulkan banyak kecurigaan masyarakat sehingga, ujarnya, sebaiknya presiden tetap berkantor di Jakarta.
"Belum lagi untuk 34 menteri ditambah ajudan, ditambah sopir hanya bikin macet, dan berisik membuat masyarakat Bogor terganggu," tandas Uchok. (flo/jpnn)