Jokowi Harus Minta Komitmen Pejabat Terkait Sikat Terorisme
jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi VIII DPR Sodik Mudjahid menyatakan, radikalisme yang kerap disebut sebagai fundamen terorisme sebenarnya tidak mendapat tempat dalam agama-agama dan umat beragama di Indonesia. Menurutnya, para pelaku teror juga bukan bagian dari organisasi kemasyarakatan (ormas) arus utama seperti Nahdatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Persis, Persatuan Umat Islam, Al Irsyad dan lainnya.
Bahkan, terorisme berupa kekerasan apalagi ultra kekerasan juga tidak punya tempat dalam budaya Indonesia yang damai, lembut dan santun. "Paham Pancasila adalah pandangan hidup, yang nilai dan usianya jauh lebih tua dan lebih mendalam dibanding dengan nilai dan usia terorisme di Indonesia," kata Sodik, Selasa (15/5).
Selain itu, kata Sodik, Indonesia juga memiliki aparat yang mampu menumpas terorisme. Sejarah membuktikan TNI dan Polri sudah berkali-kali mampu mengatasi berbagai gangguan keamanan di dalam negeri.
"Mulai DI/TII sampai Gestapu PKI, bahkan peperangan di Timor Timur," kata ketua DPP Partai Gerindra itu.
Sodik berpendapat, dengan kekuatan dan pengalaman TNI-Polri serta tidak adanya basis budaya dan agama bagi terorisme maka upaya memberantas teroris hanya tergantung pada kebulatan niat dan tekad Presiden Joko Widodo. "Bukan mengelolanya," tegasnya.
Sodik mengatakan, wujud kebulatan niat, tekad dan aksi presiden harus dimulai dengan meminta komitmen dan kesanggupan pejabat-pejabat yang terdepan dalam pemberantasan terorisme. Yakni kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Kapolri, kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Panglima TNI dan lain-lain.
"Jika mereka tidak menyatakan komitmen dan kesanggupannya menghancurkan terorisme dalam kurun waktu yang ditetapkan, maka presiden harus mencari dan meminta komitmen dan kesanggupan pejabat baru kepala BNPT, Kapolri, kepala BIN, Panglima TNI dan lain-lain," paparnya.(boy/jpnn)