Jokowi Minta Dikritik, Demokrat Merespons Begini, Pakai Frasa Introspeksi Diri
Data dari Jaringan Kebebasan Berekspresi Asia Tenggara SAFEnet dan Amnesty International menunjukkan kasus kebebasan berekspresi yang terkait UU ITE, naik lebih dari tiga kali lipat di era pemerintahan Joko Widodo dibandingkan pemerintahan SBY.
Dari 74 kasus pada masa pemerintahan SBY (2009-2014) menjadi 233 kasus pada pemerintahan Jokowi (2014-2019). Peningkatan tiga kali lipat ini luar biasa. Padahal, baru satu indikator ini yang kita gunakan.
Ibarat kata, pemerintahan Jokowi dan pemerintahan sebelumnya sama-sama dibekali tongkat. Bedanya, pemerintahan sekarang lebih rajin menggunakan tongkat itu buat menggebuk, bukan buat membantu orang jalan.
Karena itulah, wajar jika publik skeptis meresposn pernyataan Presiden Joko Widodo yang meminta masyarakat aktif mengkritik. Selama ini, bukan masyarakat yang kurang aktif mengkritik, melainkan pemerintah yang seakan tak bisa menerima kritik.
Ada pandangan yang berkembang di publik, kalau sedikit kritik saja ke pemerintah, bakal langsung ditangkap. Dijerat dengan UU ITE. Gagal dengan UU ITE, digunakanlah aturan terkait Covid-19.
Nah, karena itulah, sebaiknya pemerintah introspeksi diri kalau meminta masyarakat aktif mengkritiknya. Bukan masyarakat tidak aktif mengkritik, melainkan pemerintah yang belum aktif mendengarkan. Aktifnya sementara ini terkesan baru dalam hal menangkap para pengkritiknya.
Presiden minimal lebih aktif mengingatkan dan menegur para pembantunya agar tidak menggunakan UU ITE untuk menggebuk yang berbeda pendapat. Dulu juga ada UU ITE, tapi tidak begini-begini amat situasinya.
Herzaky mengutip pernyataan Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono yang selalu mengingatkan kader Demokrat untuk introspeksi diri.