Jokowi, Pak Harto, dan ASEAN
Mahathir Mohamad, dalam buku ’Pak Harto The Untold Stories’ mengatakan, "di ASEAN, Pak Harto memainkan peranan yang sangat penting. Para pemimpin negara ASEAN mendudukkan Pak Harto sebagai orang tua yang dihormati dan didengarkan pendapatnya."
Dalam buku yang sama, Lee Kuan Yew menyebut komitmen Pak Harto yang kuat terhadap isu bilateral. Ketika Phnom Penh dan Saigon jatuh pada 1975, kelihatannya gelombang komunis akan menyapu dan menelan seluruh Asia Tenggara.
Pak Harto berada di garis terdepan memimpin negara-negara anggota ASEAN untuk menahan laju komunisme di Asia Tenggara.
Lee Kuan Yew mengakui Pak Harto menciptakan stabilitas dan kemajuan di Indonesia. Hal ini membangkitkan kembali keyakinan internasional di ASEAN dan membuatnyan menjadi atraktif untuk investasi asing serta mendorong kegiatan ekonomi.
Pada saat itu, perkembangan ekonomi penting untuk menjaga wilayah ini dari ketidakpuasan dalam negeri yang dapat mendorong terciptanya gerakan prokomunis.
Menurut Lee Kuan Yew, sebagai negara terbesar di Asia Tenggara, Indonesia secara alamiah mempunyai makna strategis. Pak Harto tidak bersikap seperti sebuah negara hegemoni, tetapi selalu mempertimbangkan kepentingan-kepentingan negara anggota ASEAN.
Sikap ini membuat Indonesia diterima oleh anggota ASEAN lain sebagai ‘the first among equals' atau yang terutama di antara yang sederajat, sehingga memungkinkan ASEAN berkonsolidasi di tengah saat-saat yang tidak menentu dan bergejolak.
Sekarang situasinya berubah. Tidak ada lagi orang kuat yang dituakan seperti Pak Harto.