Jokowi Terlalu Kuat, Berpotensi jadi Calon Tunggal
Ada satu nama lagi yang punya ambisi menjadi cawapres Jokowi. Yakni, Jusuf Kalla (JK). Sumber di istana menyebutkan, apabila secara hukum bisa kembali dipilih, JK akan menjadi opsi utama bagi Jokowi. JK terganjal aturan pada UU Pemilu yang membatasi presiden dan wakil presiden hanya dua periode.
Partai Perindo mengupayakan JK bisa menjadi cawapres lagi dengan mengajukan judicial review UU Pemilu. Sidang gugatan itu akan dimulai 18 Juli. Namun, langkah tersebut sepertinya sulit karena pasal 7 UUD 1945 juga secara eksplisit melarang presiden dan wakil presiden bisa dipilih sekali lagi. Perindo menafsirkan lain pasal 7 UUD 1945 itu.
Jokowi memang masih terkesan sangat kuat. Kalau Jokowi terlalu kuat, bisa saja calon tunggal terjadi pada pilpres mendatang. Jokowi tentu tidak akan happy dengan wacana calon tunggal tersebut. Sebab, ada pengalaman pilwali Kota Makassar dengan calon tunggal yang kalah oleh kotak kosong.
Komisioner KPU Hasyim Asyari menolak berandai-andai bila paslon tunggal dalam pilpres benar-benar terjadi. ’’KPU berharap calonnya lebih dari satu,’’ tambahnya. Saat ini peraturan KPU tentang pencalonan presiden dan wakil presiden sedang masuk proses pengundangan di Kemenkum HAM.
KPU menyiapkan aturan khusus pada saat perpanjangan masa pendaftaran paslon. Khususnya, bila masih ada sejumlah parpol yang bila berkoalisi bisa memenuhi presidential threshold, tapi tidak mencalonkan sehingga calonnya tetap tunggal. Partai-partai tersebut akan diberi sanksi dilarang ikut berkontestasi dalam pileg dan pilpres berikutnya.
Ketua DPP Partai Amanat Nasional Yandri Susanto menuturkan, mekanisme pasangan calon tunggal dalam UU Pemilu memang dibuat sebagai antisipasi. Namun, itu tidak berarti bahwa ada peluang besar bagi Presiden Jokowi untuk maju bersama cawapresnya menjadi pasangan calon tunggal.
BACA JUGA: PKS: Masih Banyak yang Lebih Baik dari Jokowi
”Kami lihat Pak Jokowi sudah cukup (dukungan) partainya. Perahunya bahkan, istilah saya, sudah sangat sesak,” kata Yandri. Karena itu, kata Yandri, PAN berkhidmat untuk menghindari calon tunggal. Menurut dia, dengan kekayaan yang dimiliki Indonesia, tidak sepatutnya Indonesia menjadi gagap demokrasi dengan hanya memiliki pasangan calon tunggal di pilpres.