Jualan Es Jus, Istri Minta Cerai, Akhirnya Dideportasi
’’Aku percaya saja ke pengurus, mereka janji tunggu duit keluar. Aku rela susah karena yakin mereka mau bayar. Tapi, sampai aku dideportasi, hakku tak dibayarkan,’’ ucapnya dengan nada kesal.
Selama gajinya tak dibayar itu, Sergei hidup dari sisa-sisa tabungannya yang tak seberapa. Setelah uangnya habis, dia terpaksa hidup berpindah-pindah dari rumah teman yang satu ke rumah teman yang lain.
Ujung-ujungnya, dia ditampung pendukung Persis Solo, Pasoepati. Dia tinggal bersama Muhammad Badras, salah seorang pengurus Pasoepati, di markas Pasoepati, kawasan Stadion Sriwedari. Di tempat itulah dia berjuang untuk hidup.
Misalnya, dia menjadi foto model untuk promosi produk-produk distro. ’’Hasilnya nggak besar, hanya cukup untuk makan. Sekali sesi (pemotretan) dapat Rp 500 ribu. Tapi, itu tidak setiap hari ada, kadang-kadang saja,’’ ucapnya.
Selain itu, dia sempat membantu berjualan es jus langganannya di dekat markas Pasoepati. Si pemilik warung, tampaknya, menaruh iba pada Sergei yang hidupnya terlunta-lunta. Sergei sendiri tidak keberatan dengan bayaran yang tak seberapa.
Yang penting, dia hari itu bisa makan, sampai perjuangannya menuntut gajinya selama enam bulan dari PSLS berhasil. Total gaji yang belum dibayarkan itu sebesar Rp 124 juta.
Sergei mengaku sudah menempuh berbagai cara baik-baik untuk mendapatkan haknya itu. Sebab, dia tidak ingin mantan klubnya (PSLS) terlihat buruk di mata PSSI. Dia tidak melapor ke PSSI dan hanya menagih janji ke klubnya. Tapi, karena berbulan-bulan hanya mendapat janji, Sergei akhirnya jengah dan harus meminta bantuan kepada PSSI.
Tapi, PSSI sama saja. Pengurus PSSI mendiamkan laporan pemain kelahiran Vladivostok, Rusia, 29 September 1986, tersebut.