Jubir AMIN Sebut Airlangga Gagal Paham soal Konsep Contract Farming
“Sekarang pemerintah kembali mau membuka hutan dan menjadikannya food estate. Masalahnya hutan dan kayunya sudah lenyap, food estate yang dijanjikan tidak juga jelas perkembangannya. Masyarakat pun jadi bertanya-tanya, ini proyek bangun food estate, atau strategi sekelompok orang mendapat kayu secara cepat dan menguntungkan?” cetusnya.
Surya menambahkan adanya masalah krusial lain dari proyek food estate saat ini adalah hilangnya posisi subjek, yaitu masyarakat petani itu sendiri. Menurut dia, program ini berorientasi proyek, mengakibatkan food estate hanya dari luasnya, jumlah investasi, modal kerja, dan sarana produksi.
“Dilaksanakan oleh perusahaan yang ditunjuk pemerintah, petani menjadi pekerjanya. Budaya pertanian dan karakter ekosistem setempat justru malah tidak dipertimbangkan, kearifan lokal dan nilai-nilai pertanian kultural dipinggirkan," ujar dia.
Dibanding membangun food estate baru yang merusak hutan dan berpotensi kembali gagal, kata Surya, paslon AMIN akan memulai dengan mendorong maksimalisasi dan perlindungan lahan pertanian produktif yang sudah ada saat ini di Indonesia, terutama di daerah-daerah lumbung pangan.
“Anies Baswedan ingin mengoreksi kebijakan yang tidak tepat tersebut, dan ingin mengembalikan kedaulatan petani sebagai subjek utama. Kearifan lokal dan pertanian kultural menjadi pedoman bagi pemerintah untuk bekerja. Ukuran keberhasilannya adalah kalau mereka berhasil dimuliakan, dengan kita bisa memperkuat ketahanan pangan, petani lokal sejahtera,” pungkas Surya.
Polemik terkait program food estate terus menghangat, setelah calon presiden (capres) nomor urut 1 Anies Baswedan melontarkan visinya akan mengganti program lumbung pangan itu menjadi contract farming atau pertanian kontrak di Jakarta pada Sabtu (25/11).
Gagasan Anies itu lantas mendapatkan kritik atau sanggahan dari Ketua Dewan Pengarah Tim Pemenangan Kampanye pasangan calon nomor urut 2 (Prabowo-Gibran), Airlangga Hartarto. Airlangga menyebutkan bahwa jika contract farming diterapkan, itu artinya para petani tidak memiliki tanahnya sendiri.
Menurut Ketua Umum Partai Golkar itu, contract farming adalah petani yang tidak memiliki tanah. Ia mencontohkan misalnya di Pulau Jawa yang lebih dikenal sebagai petani buruh atau pekerja buruh sawah. Padahal, menurut Airlangga, petani harus memiliki tanah atau lahan sawahnya sendiri. (Tan/jpnn)