Juklak Hasil Mediasi BRI Harus Terperinci
jpnn.com - Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) diingatkan agar petunjuk pelaksanaan (Juklak) yang segera diterbitkan sebagai realisasi hasil mediasi antara bekas karyawan dan manajemen BRI dijelaskan terperinci. Ini untuk menghindari adanya interpretasi dan menghindari terjadinya masalah baru.
Peringatan ini disampaikan pengamat sekaligus aktivis perburuhan Mochtar Pakpahan. Kata dia, Kemenakertrans harus tetap berada dalam bingkai nota kesepakatan antara pihak pihak yang bersengketa.
Mochtar menjelaskan Juklak yang diterbitkan tersebut sebagai acuan yang akan diimplementasikan para pihak menyangkut substansi empat butir kesepakatan yang secara integratif telah dipahami para pihak yang bersengketa. Apalagi dalam pelaksanaan juklak itu kata dia, para pihak terutama Disnaker bakal terlibat langsung di dalam pelaksanaan dan mensosialisasikannya.
"Ini saya wanti-wanti Kemenakertrans, jangan menimbulkan masalah baru dengan mengeluarkan Juklak hasil kesepakatan itu yang maknanya liar, isinya ngambang. Bikinlah Juklak secepatnya secara lugas, mudah dipahami, jelas isinya, praktis rumusannya dan senafas dengan substansi kesepakatan yang telah dibuat oleh pihak pensiunan BRI maupun manajemen BRI. Jangan bias dari kesepakatan," ujar Mochtar dalam keterangan persenya, Jumat (11/10).
Selain itu, Mochtar juga bahwa yang menjadi acuan kedua pihak itu memiliki landasan hukum yang kuat bagi kedua pihak untuk merealisasikannya. Hal ini merupakan tindakan pemerintah yang diminta pihak yang bersengketa di dalam implementasi kesepakatan para pihak sesuai UU Ketenagakerjaan yang berlaku.
"Prinsipnya, Juklak itu tidak multi tafsir, tidak membuka ruang pemaknaan yang berbeda-beda antara kedua pihak. Ini harus dicamkan betul-betul. Kesepakatan yang sudah ditandatangani pekerja atau pensiunan dan perusahaan itu sifatnya legitimet. Karena itu dibuat secara sukarela tanp tekanan. Maka jangan nodai isi kesepakatan itu dengan ulah Kemenakertrans yang misalnya membuat Juklak secara sembarangan dan ngambang," tuturnya.
Sementara itu, pengamat hukum dari PBHI, Fredi K. Simanungkalit menilai pihak Kemenakertrans memiliki kewajiban untuk menerbitkan juklak yang isinya dipahami para pihak yang berselisih, baik para pensiunan maupun manajemen BRI. Dengan kata lain, petunjuk pelaksanaan yang juga pedoman teknis untuk realisasi hasil kesepakatan sebelumnya itu mencakup butir-butir yang sebelumnya telah dimengerti secara utuh para pihak.
"Isi juklak sebagai panduan dan penjabaran dari kesepakatan tidak boleh kontradiktif atau berpotensi multi tafsir dan ngambang. Kalau ngambang itu bukan juklak namanya. Ini yang harus diperhatikan oleh pihak Kemenakertrans sebagai fasilitator atas penyelesaian kasus itu. Juklak dari pemerintah itu hatusnya praktis," ujar Fredi.