Jumlah Petani Turun Terus Merosot, Ini Penyebabnya
jpnn.com - JAKARTA - Target Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang akan membawa Indonesia bisa swasembada beras pada 2017 benar-benar berat. Bukannya meningkat, produksi beras nasional malah terancam menurun. Penyebabnya, jumlah petani yang semakin sedikit.
"Dalam setahun terjadi penurunan jumlah rumah tangga petani sekitar 500 ribu," kata Menteri Pertanian Amran Sulaiman akhir pekan lalu (7/3)
Dalam survei pertanian yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS), diketahui jumlah rumah tangga usaha tani di Indonesia pada 2003 masih 31,17 juta. Tapi, sepuluh tahun kemudian (2013), jumlahnya menyusut jadi 26,13 juta. Turun sekitar 5 juta selama sepuluh tahun. Atau kalau dirata-rata 1,75 persen per tahun.
Menurut Amran, penurunan itu sebagian besar berasal dari para petani kecil yang memiliki luas lahan minim, sekitar 0,3 hektare. Mereka meninggalkan profesi sebagai petani karena penghasilannya yang sangat minim. Sekitar Rp 200 ribu per bulan, sangat jauh dari kebutuhan.
Kondisi itu, lanjutAmran, bisa berbahaya jika tidak segera diatasi. Sebab, saat jumlah petani menurun, kebutuhan masyarakat akan pangan terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan jumlah penduduk.
Melihat kondisi itu, pemerintah akan menggenjot tingkat produktivitas petani yang ada. "Di antaranya melalui penggunaan benih unggul dan pemakaian alsintan (alat mesin pertanian)," terangnya.
Dari total anggaran APBN 2015 untuk pertanian Rp 16,9 triliun, Kementan memberikan porsi yang besar untuk alsintan. Dengan mesin pertanian yang lebih canggih, diharapkan jumlah lahan yang diolah lebih banyak meski jumlah petani menyusut. "Kita mencoba tetap bisa meningkatkan produksi dengan bantuan mesin," tuturnya.
Amran mencontohkan, tahun ini ada pengadaan traktor roda empat sebanyak 1.000 unit dengan anggaran Rp 444,7 miliar. Lalu traktor roda dua 20 ribu unit senilai Rp 500 miliar. Rice transplanter juga diproduksi mencapai 5.000 unit senilai Rp 315 miliar. Untuk pemanenan, dibikin mesin perontok padi 2.000 unit senilai Rp 60 miliar. "Itu jumlah yang sangat besar dibanding sebelum-sebelumnya," papar Amran.