Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Kacang Sengon, Dulu Berserakan di Jalan kini Berharga Mahal

Sabtu, 27 Oktober 2018 – 11:09 WIB
Kacang Sengon, Dulu Berserakan di Jalan kini Berharga Mahal - JPNN.COM
Satomah saat menggoreng kacang sengon. FOTO : Jawa Pos

jpnn.com, SURABAYA - Sudah pernah dengar camilan kacang sengon (cangseng)? Meski baru, kudapan ini berharga cukup mahal. Perkilonya di jual lebih dari 100 ribu. Adalah Satomah, perempuan asal Surabaya yang menjadi pelopor cemilan cangseng ini.

Proses produksi camilan sengon di salah satu rumah di kawasan Made Selatan cukup unik dan memicu tawa. Seorang perempuan mengenakan helm full face hitam lengkap dengan sarung tangan. Celemek panjang menjulur dari leher hingga lutut menutup tubuh bagian depan. Tak lupa, sepatu bot dikenakan.

''Jika tidak memakai ini, waduh, bisa gosong semua badan. Keplethikan (kecipratan, Red),'' kata Satomah, nama perempuan tersebut. Sepintas, dia seperti hendak naik motor. Tapi, itulah peralatan standar produksi camilan sengon. Menggoreng sengon memang penuh tantangan. Biji sengon bisa meletus sehingga menimbulkan cipratan-cipratan minyak panas.

Sambil menggoreng biji sengon, Satomah bercerita bahwa dirinya memulai usaha tersebut pada 2008. Ketika perjalanan pergi-pulang mengurus kebun, dia kerap melihat sengon jatuh berserakan di kompleks Perumahan CitraLand Awalnya dia cuek karena belum tahu bahwa buah itu bisa diolah dan dimakan. ''Sempat bertanya-tanya, buah pohon itu bisa dimakan atau nggak," ujarnya.

Hingga suatu saat, seorang pria paro baya yang tak dikenalnya memberi tahu kegunaan buah sengon. ''Buah ini bisa dimakan, Bu,'' kata pria itu seolah mengerti isi hatinya. Namun, belum sempat ibu dua anak tersebut bertanya lebih lanjut, pria itu sudah pergi.

Penasaran, perempuan 49 tahun tersebut memunguti buah sengon sepulang berkebun. Dia ingin membuktikan benar tidak sengon bisa dimakan. Awalnya dia menggoreng buah itu dengan pasir, tapi gagal. ''Kok nggak meletus," kenangnya. Setelah itu, dia menggorengnya lagi di wajan tanpa minyak dan kembali gagal. Hasilnya kurang bagus dan tidak layak dimakan.

Kemudian, Satomah mencoba lagi dengan menggunakan minyak goreng. Barulah biji sengon meletus bagaikan popcorn atau berondong. Percikan minyak dan biji sengon yang beterbangan membuat muka dan tangannya kepanasan dan meninggalkan bekas luka.

Tak putus asa, dia melihat helm full face di sampingnya. Lantas, dia mengenakan helm itu saat menggoreng sengon. Tentu saja, tujuannya melindungi wajah dari cipratan minyak dan sengon yang meletus. Tidak sia-sia. Setelah sengon matang, dia mencoba racikannya. Ternyata, rasanya enak dan gurih.

Satomah makin rajin mengolah sengon. Awalnya dia membuat cangseng hanya untuk camilan. Tapi, kebutuhan ekonomi mendesaknya. Sebab, suaminya merantau ke Papua dan pendapatan dari berkebun sangat mepet untuk menutup kebutuhan rumah tangga. Satomah pun memutuskan menjual cangseng ke warung-warung terdekat.

Banyak yang meragukan cangseng olahan Satomah, terutama tetangga-tetangganya. Tapi, ternyata cangsengnya laku keras. Dia pun mengembangkan bisnis dan menggenjot produksi. Karena itu, suaminya yang merantau diminta pulang untuk membantunya. 

Setelah Satomah bergabung dengan komunitas Pahlawan Ekonomi Sambikerep pada 2011, bisnis cangseng olahannya makin berkembang. Dia kerap mengikuti bazar dan pameran di mana-mana. Pada 2016 Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini memuji cangseng Satomah. Tapi, dia juga mengkritik pengemasannya. Saat itu Satomah hanya mengemas cangseng dalam stoples.

Akhirnya Satomah memperbaiki kemasan dan menggunakan label. Produknya pun dikenal di sejumlah daerah. Permintaan dari daerah lain cukup tinggi. Misalnya, Jakarta, Samarinda, Bandar Lampung, Batam, dan Singapura.

Dalam sehari, UKM Satomah bisa memproduksi 28 kg-30 kg cangseng. Hasil gorengan dipilah menjadi dua. Cangseng yang bagus dan kurang bagus. 

Berkat olahan cangseng Satomah, kini banyak warga yang mengikuti jejaknya. Inovasi itu tidak hanya berbuah manis untuk ekonomi keluarganya, tapi juga dirasakan tetangga dan warga lain. (hisyam/c7/ano) 

Dalam sehari, UKM Satomah bisa memproduksi 28 kg-30 kg cangseng. Hasil gorengan dipilah menjadi dua

Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

TAGS   Cemilan