Kalah Bertanding Menanam Cabe dengan 'Orang Sakti', Memeluk Islam
“Ada beberapa ulama yang sampai di Mandar, tetapi Datokarama tidak. Tujuannya langsung menuju ke wilayah Kaili, Teluk Palu,” ungkap Hadi.
Perahu layar yang membawa rombongan Datokarama terdampar di Karampe, pesisir Teluk Palu. Sebutan Karampe sendiri diambil dari perahu Datokarama yang karam di pantai itu. “Maknanya itu terdampar di sana,” jelasnya.
Kala itu, tidak jauh dari Karampe, terdapat salah satu kerajaan yang namanya Kerajaan Besusu yang dipimpin oleh Pue Ngari.
Pue Ngari yang mendengar kedatangan Datokarama menerimanya dengan hangat dan secara baik rombongan yang memiliki tujuan menyebarkan Islam di Tanah Kaili. Di sisi lain, Pue Ngari tidak sendirian di Tanah Kaili, tetapi dia memiliki teman seperti Pue Njidi dan Pue Bongo.
Saat itu, Pue Ngari menganggap bahwa Pue Njidi yang berada di perkampungan Pogego (saat ini dikenal dengan sebutan Kabonena,red) adalah orang yang sangat ditakuti dan harus mengetahui kedatangan dari Datokarama.
Dengan perantaraan Pue Ngari, maka bertemulah Datokarama dengan Pue Njidi. Dalam pertemuan itu, ada cerita (mitos) orang-orang tua dulu bahwa keduanya terjadi dialog hingga menghasilkan kesepakatan sebuah pertandingan. Yaitu menanam cabe dengan satu kesepakatan yang dibuat.
“Barang siapa yang tumbuh cabenya terlebih dahulu dan berbuah, maka dia dianggap jagoan. Pertandingan itu dimenangkan oleh Abdullah Raqie (Datokarama). Sebab, pohon cabe milik Pue Njidi mati sebelum berbuah, sedangkan Datokarama pohon cabenya sampai berbuah. Sehingga tunduklah Pue Njidi termasuk Pue Ngari hingga mereka berdua memeluk Islam,” ungkapnya.
Hadi menjelaskan, dirinya sebagai seorang sejarawan mencoba mengartikan gambaran dialog antara Datokarama dengan Pue Njidi. Kalau orang tua dulu melihat hanya sebatas mitos belaka. Tapi sesungguhnya dialog antara Pue Njidi dan Datokarama adalah tentang keesaan Allah SWT.