Kalah Bertanding Menanam Cabe dengan 'Orang Sakti', Memeluk Islam
Datokarama menyatakan bahwa manusia harus tunduk kepada Allah SWT bukan kepada yang lain. Tetapi Pue Njidi katakan bahwa mereka tunduk kepada Karampue Ri Langi (penguasa langit) dan Karampue Ri Ntana (penguasa tanah).
Namun, karena Pue Njidi kalah dalam argumentasi dengan ulama dari Tanah Minang itu tentang keesaan sang pencipta. Pue Njidi menjelaskan keesaan tersebut tidak sampai tuntas, namun berbeda halnya dengan cerita dari Datokarama hingga selesai. Mulai dari kelahiran sampai kematian, maka membuat Pue Njidi pun sampai menganut Islam.
“Saat itu Islam yang dianut masih mitologis. Bukan seperti anggapan kita sekarang harus tahu membaca Alquran dan sebagainya. Kala itu hanya diperkenalkan saja, bahwa agama ini adalah yang terbaik pada saat itu,” jelas sejarawan Islam tersebut.
Mulai saat itu juga, diterimalah kehadiran Datokarama oleh Pue Njidi, Pue Ngari dan Pue Bongo, sebagai penguasa di wilayah Palu, bersamaan dengan para orang-orang tua di Palu untuk mengikuti jejak kepemimpinnya dengan ajaran Islam.
Walaupun belum sepenuhnya menjalankan Islam secara kaffah, para orang tua tersebut menyatakan mereka sudah masuk Islam, dengan kepercayaan yang lama masih tetap dianut.
“Nanti ketika datang Guru Tua (Sayyid Idrus Aljufri) yang melengkapi, dengan membangun masjid dan sekolah. Dalam kajian saya, Guru Tua adalah kajian dalam masa ilmu pengetahuan,” sebutnya.
Guru Tua datang ke Palu pada sekitar tahun 1929, kemudian pada tahun 1930-an di Guru Tua membangun perguruan Islam yang bernama Alkhairaat. Dua puluh tahun kemudian, perguruan ini berkembang luas di sekitar Kota Palu hingga ke daerah Sangir Talaud dan pulau-pulau kecil utara pulau Sulawesi. (**/sam/jpnn)
*Dilengkapi dari buku Sejarah Islam di Kota Palu, terbitan PusSEJ Lemlit Untad dan Disdikbud Palu.