Kampanye Mendidik dan Beretika
Oleh: Ferry Kurnia Rizkiyansyah*jpnn.com - KAMPANYE rapat umum Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD sudah berlangsung selama 16 hari sejak dimulai pada 16 Maret 2014. Sejak awal, semua peserta pemilu sudah mendeklarasikan komitmen untuk melaksanakan kampanye yang berintegritas. Yakni melaksanakan kampanye sesuai dengan aturan yang sudah ditetapkan dengan mengedepankan nilai-nilai edukasi dan nondiskriminasi.
Nilai edukasi menjadi muatan utama dalam kampanye sebagaimana terkandung dalam Peraturan KPU Nomor 1 Tahun 2013 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Kampanye yang telah diubah menjadi Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2013. Secara teoritik, edukasi atau pendidikan politik memiliki tiga tujuan, yaitu membentuk kepribadian politik, kesadaran politik, dan kemampuan dalam berpartisipasi di bidang politik di mana individu dapat menjalankan partisipasi politik dalam bentuk yang positif.
Pembentukan kepribadian politik dapat dilakukan melalui metode tidak langsung, yaitu sosialisasi dan pelatihan, serta metode yang bersifat langsung berupa pengajaran politik melalui institusi pendidikan.
Untuk menumbuhkan kesadaran politik ditempuh dengan dialog dan pengajaran instruktif. Sementara partisipasi politik dapat diwujudkan dalam keikutsertaan individu secara sukarela dalam kehidupan politik masyarakatnya.
Jika hal-hal tersebut dapat terbentuk dalam jiwa setiap warga negara yang ditegakkan dengan pilar-pilar ideologi, moral, agama dan intelektual, maka akan terbentuk bangsa yang berkarakter sebagai modal untuk mengantarkan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang maju dan besar.
Model kampanye yang tersedia seperti pertemuan terbatas, pertemuan tertutup dan kampanye rapat umum merupakan sarana yang dapat digunakan untuk menyampaikan visi, misi dan program partai kepada masyarakat secara luas. Karena itu, apapun bentuk kegiatan kampanye yang dilakukan, substansi kampanye harus diutamakan. Porsi penyampaian visi, misi dan program partai harus lebih dominan dibanding dengan kegiatan hiburan.
Sayangnya, di sejumlah kampanye, pelaksanaan kampanye rapat umum lebih banyak diisi dengan kegiatan hiburan. Bahkan di tempat tertentu, ada kegiatan kampanye yang berisi caci maki dan penghinaan terhadap perserta Pemilu yang lain dan akhirnya dihentikan oleh Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu). Padahal sudah jelas dan tegas disebutkan dalam pasal 32 ayat (c) Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2014 bahwa setiap partai politik dilarang menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon dan/atau peserta pemilu yang lain.
Inilah problem peserta pemilu kita hari ini. Kampanye belum diisi secara maksimal dengan kontestasi gagasan, tetapi masih lebih dominan kegiatan seremonial. Padahal hanya dengan pendidikan politik maka partisipasi politik masyarakat dapat diwujudkan dengan maksimal. Hanya masyarakat yang berpengetahuan dan memiliki kesadaran yang dapat menggunakan hak-hak politiknya, salah satunya menggunakan hak pilihnya secara cerdas, rasional dan mandiri pada tanggal 9 April 2014.
Selain untuk pendidikan politik, kampanye juga bertujuan untuk membangun komitmen antara warga negara dengan peserta pemilu dalam rangka menyakinkan pemilih untuk mendapatkan dukungan sebesar-besarnya dari masyarakat. Nah, bagaimana mungkin komitmen dapat dibangun dengan masyarakat, jika basis pengetahuan dan kesadaran mereka tidak ditumbuhkan terhadap politik dan sistem politik ideal yang hendak dibangun?