Kantor Presiden Baru, Sediakan Hotspot Gratis
Senin, 31 Agustus 2009 – 08:20 WIB
Menanggapi permintaan itu, Xanana mengatakan, wajar jika dalam sepuluh tahun kemerdekaan ada banyak kesalahan. "Dari kesalahan baru kita memperbaiki menjadi baik. Orang Timor suka saling kritik. Saya kira, sebagai negara demokrasi, kritik itu untuk membangun. Saya kira wajar-wajar saja kalau kita melakukan kesalahan. Dari kesalahan itu kita akan melakukan sesuatu yang benar dan baik," kata Xanana.
Ketua Parlemen Nasional Timor Leste Fernando Lasama de Araujo menambahkan, pembangunan yang dilakukan sepuluh tahun terakhir belum menjawab semua kebutuhan masyarakat. Karena itu, kata Lasama, melalui peringatan referendum ini, semua pihak perlu merefleksikan diri apa yang sudah dilakukan dan apa yang belum dilakukan.
"Selama sepuluh tahun pemerintah sudah melakukan banyak hal, meski belum menjawab semua kebutuhan masyarakat. Namun, pemerintah terus berupaya agar secara bertahap pembangunan akan menjawab semua kebutuhan masyarakat Timor Leste," ujarnya. Mantan Perdana Menteri dan Sekretaris Jenderal Partai Fretilin Mari Alkatiri mengatakan, Referendum 30 Agustus 1999 tidak akan terjadi kalau tidak ada peristiwa 28 November 1975 bahwa Fretilin memproklamasikan kemerdekaan Timor Leste. "Satu hal penting yang saya ingin sampaikan kepada masyarakat Timor Leste adalah krisis politik dan militer pada 2006, ketika saya menjadi perdana menteri, jangan terulang lagi. Jika perjalanan bangsa ini terus diiringi dengan konflik, kita tidak punya kesempatan untuk membangun negeri ini. Kesalahan yang lalu biarlah berlalu, jangan diulangi lagi," tandasnya. (nw)