Kapolri Siap Cabut Status Buron Djoko Tjandra
Dampak Putusan MKSelain menilai kepada Kejaksaan Agung tidak melakukan eksekusi terhadap Djoko Chandra, mantan pengajar hukum Pidana di Universitas Indonesia ini juga mengimbau kepada pihak kepolisian mencabut red notice terhadap Djoko Chandra. "Dengan adanya putusan MK itu, perkara Djoko Tjandra menjadi non executable (tak dapat dieksekusi)," ujarnya.
Djoko Tjandra merupakan terpidana kasus hak tagih (cassie) Bank Bali yang saat ini sudah menjadi warga negara Papua Nugini. Pada Agustus tahun 2000, ia didakwa oleh JPU Antasari Azhar telah melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus Bank Bali.
Namun, hajelis hakim PN Jakarta Selatan memutuskan Djoko lepas dari segala tuntutan karena perbuatannya tersebut bukanlah perbuatan tindak pidana melainkan perdata. JPU kemudian mengajukan kasasi, namun lagi-lagi MA memvonis bebas Djoko.
Delapan tahun kemudian, Kejaksaan Agung pada Oktober 2008 mengajukan Peninjauan Kembali atas vonis bebas itu. Infonya PK diajukan karena Djoko Tjandra tidak bersedia berbagi uang tersebut kepada oknum di Kejaksaan Agung jika sudah diserahkan ke Djoko Tjandra.
Pada Juni 2009 Mahkamah Agung menerima Peninjauan Kembali yang diajukan dan menjatuhkan hukuman penjara dua tahun kepada Djoko, selain denda Rp15 juta.
Majelis Peninjauan Kembali MA yang diketuai Djoko Sarwoko dengan anggota I Made Tara, Komariah E Sapardjaja, Mansyur Kertayasa, dan Artidjo Alkostar memutuskan menerima Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Jaksa. Selain hukuman penjara dua tahun, Djoko Tjandra juga harus membayar denda Rp 15 juta. Uang milik Djoko Tjandra di Bank Bali sejumlah Rp 546.166.116.369 dirampas untuk negara.
Uang Rp 546 Miliar kemudian eksekusi pihak Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, namun Djoko mangkir dari eksekusi karena merasa dizolimi. Akibatnya, yang bersangkutan dinyatakan sebagai buron dan diduga telah melarikan diri ke Port Moresby, Papua Nugini. (rmol/dil/jpnn)